Sunday, March 13, 2011

ibu hamil dengan varisela

1.    DEFINISI/ PENGERTIAN/ BATASAN (VARISELLA CACAR AIR, CHICKENPOX)

Selama ini, varisella atau lebih dikenal penyakit cacar air oleh sebagian besar orang diketahui merupakan penyakit khas yang menjangkit anak-anak. Varisella-zooster virus (VZV) merupakan salah satu jenis dari delapan virus herpes yang diketahui menyebabkan infeksi pada manusia dan penyebarannya mendunia.  Infeksi VZV menyebabkan dua bentuk klinis yang berbeda, ialah varisella atau cacar air yang akan dibahas lebih lanjut dan herpes zoster (shingles). Varisella-zooster virus yang selanjutnya disingkat VZV merupakan agen penyebab varisella (cacar air) dan herpes zoster (shingles).  VZV adalah anggota dari family herpesviridae dengan jenis yang lain yaitu herpes simpleks 1 dan 2, cytomegalovirus, virus Epstein-Barr dan virus herpes tipe 6,7,8. Varisella umumnya merupakan penyakit ringan. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada anak-anak berusia antara 1-14 tahun dengan hanya sekitar 2 persen yang terjadi pada orang dewasa 20 tahun atau lebih. Varisella jarang menyebabkan masalah dalam kehamilan bagi ibu dan janin yang dikandungnya.
Varisella (cacar air) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang disebabkan oleh suatu bentuk herpes virus. Ia dapat menetap laten (dormant) di dalam ganglia dorsal sel saraf dan akan kembali aktif beberapa tahun kemudian sebagai herpes zoster (shingles). Infeksi varisella yang terjadi selama kehamilan akan menimbulkan dampak serius pada ibu atau janin. Antara 25 sampai 40 persen janin yang terpajan varisella di dalam rahim akan terlahir dengan menunjukkan gejala varisella kongenital.  Semakin muda usia kehamilan, semakin tinggi risiko sindrom varisella kongenital. Risiko ini paling tinggi dalam 20 minggu pertama kehamilan. Sindrom varisella kongenital dihubungkan dengan katarak, korioretinitis, hipoplasia anggota gerak, hidronefrosis, mikrosefali, retardasi mental, lesi dermatom, dan jaringan parut pada kulit.
Infeksi pada ibu, yang terjadi sejak enam hari sebelum melahirkan hingga dua hari sesudahnya, dapat ditularkan ke bayi baru lahir. Dengan demikian, pada situasi ini tidak ada cukup waktu bagi ibu untuk membentuk system kekebalan pasif dari ibu.  Kurang lebih lima persen bayi yang mengidap varisella dari ibu akan meninggal. (Varney)
Walaupun umumnya cacar air merupakan suatu penyakit yang ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi lebih berat dan dapat menyebabkan partus prematurus.  Disangka telah terjadi penularan intrauterine apabila gelembung-gelembung timbul dalam 10 hari setelah kelahiran.  Frekuensi cacar bawaan tidak lebih tinggi pada para bayi yang lahir dari para ibu yang menderita cacar air dalam masa kehamilan.

2.    ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
a.    Etiologi
Varicella disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster, yang biasanya terjadi pada anak-anak. Penyebaran penyakit ini umumnya terjadi melalui droplet pernapasan. dan tidak ada predileksi jenis kelamin, suku dan ras (Lichenstein, 2002). Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang termasuk kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150 – 200 nm. Inti virus disebut capsid yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan DNA yang mempunyai rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan merupakan suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes Zoster. Varicella (chickenpox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder/rekuren disebut Herpes Zoster/shingles (Bricker dkk., 1994)

b.    Faktor Predisposisi
Penyakit ini bersifat kosmopolitan. Saat ini sekitar 60 –90 x juta kasus varicela ditemukan di dunia tiap tahunnya. Insidennya lebih banyak terjadi pada wilayah tropis dan semi tropis . Secara universal insiden terbanyak terjadi pada usia 3-6 tahun. Hanya 5% kasus yang terjadi pada usia kurang dari 15 tahun, dan hanya 10 % kasus terjadi pada usia di atas 14 tahun. Tetapi di wilayah AS Varisela banyak ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun. Sejak pelaksanaan program vaksinasi intensif di dunia (1995 - sekarang ) insiden dan morbiditas varisela menurun secara signifikan.

3.    PATOFISIOLOGI
Virus varisela zoster memasuki tubuh manusia melalui inhalasi (aerogen ) yaitu udara yang berhubungan dengan pernapasan seperti batuk, bersin atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi. Saat virus varisela-zoster masuk ke dalam mukosa dan pindah ke sekresi saluran pernapasan, ia akan berkolonisasi di traktus respiratorius bagian atas. Virus awalnya bermultiplikasi awal setempat. Kemudian virus menyebar kekelenjar limfe regional di sekitar traktus respiratorius, pada 2-4 hari setelah terpapar awal, lalu menyebar melalui aliran darah dan limfe seluruh tubuh pada 4-6 hari sesudah paparan awal. (inilah yang disebut viremia primer ).
Lalu Virus ini mencapai sel retikulo endotelial hepar, limpa, dan organ lainnya. Seminggu kemudian (14 –16 hari sesudah paparan awal ), terjadilah viremia sekunder : Virus ini sudah bereplikasi cukup banyak di sel retikulo-endotelial organ dalam dan pada kulit; akan menimbulkan lesi. Sebenarnya pada saat virus bereplikasi, sudah dihambat oleh imunitas non spesifik. Tetapi pada kebanyakan individu replikasi virus ini lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya, sehingga dalam waktu 2 minggu sesudah paparan awal sudah terjadi viremia yang lebih hebat (viremia sekunder), seperti yang telah dijelaskan di atas.
Masuknya virus dan disertai masa inkubasi adalah selama 17-21 hari, lalu pada saat tersebut akan terjadi penyebaran secara subklinis. Lesi pada kulit akan timbul dan menyebar bila infeksi masuk pada viremia sekunder. Viremia sekunder ini juga dapat mencapai sistem respirasi kembali, sebelum menimbulkan lesi khas pada kulit. Hal inilah yang menyebabkan varisela sangat menular sebelum lesi khas muncul. Kerusakan pada SSP dan hepar juga mungkin terjadi pada stadium ini. (encephalitis dan hepatitis )
 

4.    TANDA DAN GEJALA SERTA KOMPLIKASI
a            Tanda dan Gejala
       Gejala awal pada penderita infeksi varicella zoster yaitu:
1)    Demam, malaise, myalgia, arthralgia.
2)    Discrete pruritic rash
3)    Batuk kering, dispnea, fever, hemoptysi/ nyeri dada pleuritic bisa sekitar 1-6 hari setelah bintik-bintik pecah. (gejala pneumonia)
4)    Sakit kepala, drowsiness, konvulsi/kejang, ataksia, altered sensorium (gejala encephalitis).
5)    Perdarahan pada membrane mukosa, (gejala sekunder pada penderita trombositopenia ) ( Hashmey & shandra, 1996; Russel, 1992; Shannon, 1995).
6)    Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah.
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Lain halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga akan mengering lebih lama. kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada bekas luka garukan tadi. setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilangkan bekas yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar air akan lebih sulit menghilang.
Dalam bukunya, Varney (2006) menjelaskan tanda dan gejala klinis infeksi varisela antara lain demam, menggigil, nyeri otot dan nyeri sendi yang diikuti oleh munculnya vesikel yang khas beberapa hari kemudian. Vesikel tersebut sangat gatal dan mengikuti suatu pula yang khas: mulai muncul pada kepala dan leher kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas, kemudian pecah dan membentuk kerak. Pada wanita yang menderita pneumonia varisela, gejala muncul antara hari pertama dan keenam setelah vesikel mulai terlihat, yang meliputi batuk kering disertai nyeri dada akibat peradangan pleura, demam menetap, dan sesak napas.
b.    Komplikasi
Varicella selama kehamilan diperkirakan terjadi 1/2000 kehamilan (American        
Obstetricians and Gynechologist, ACOG, 1993; Ghidini & Lynch, 1993). Infeksi 
varicella akut terjadi pada 1:7500 kehamilan
(www.koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/03).
5– 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Seperti dikutip
dari Dermatology.about.com, Senin (10/5/2010) infeksi cacar air saat hamil terjadi
sekitar 0,05-0,07 persen. Jumlah kecil karena sebagian besar perempuan subur
sudah memiliki kekebalan terhadap virus varicella. Tapi jika cacar air diperoleh saat
trimester ketiga, maka risiko pneumonia varicella lebih besar terjadi. Pneumonia
varicella adalah salah satu infeksi yang berpotensi mengancam kehidupan paru
paru akibat virus varicella. Cacar air yang terjadi saat trimester pertama kehamilan
terutama pada minggu ke 8-12, memiliki risiko sindrom varicella kongenital sebesar
2,2 persen yaitu sindrom cacat lahir pada bayi. Kondisi paling umum dari varicella
kongenital adalah jaringan parut pada kulit, kelainan lain yang bisa mencakup
kepala, masalah mata, berat badan bayi lahir rendah dan keterbelakangan mental.
Tapi jika infeksi cacar air ini terjadi saat mendekati waktu kelahiran atau sekitar 1
minggu sebelum kelahiran, maka bayi berisiko tertular infeksi varicella. Penyebaran
infeksi varicella ini terjadi ketika virus menginfeksi bayi yang baru lahir sebelum
antibodi pelindung dari ibu ditransfer ke bayi. Infeksi virus ini bisa menyebabkan
kematian bayi sebesar 25 persen. Sedangkan jika infeksi cacar air terjadi antara
waktu kehamilan 20 minggu hingga mendekati kelahiran tidak terlalu berisiko bagi
bayi. Tapi risiko lebih besar untuk ibunya. Sang ibu punya peluang terkena
pneumonia varisella sekitar 10 persen yang bisa berakibat parah dan mengancam
jiwa.
Sindroma varicella kongenital dapat terjadi dengan diagnosa sindroma didasarkan atas temuan IgM dalam darah tali pusat dan gambaran klinik pada neonatus antara lain :
1)    Kulit                            : parut kulit/lesi
2)    System saraf           : microcephal, cortical atrophy, paralysis, seizure, gangguan perkembangan psikomotor
3)    Sistem musculoskeletal      : hipoplasia tungkai, atrophy otot, cacat pada digits
4)    System ophthalmologic   : katarak, mikrophthalmia, korioretinitis, syndrome horner
5)    System gastrointestinal   : atresia, stenosis
6)    System urogenital              : hidrinefrosis
(Alkalay, Pomeance, & Rimoin, 1987; Chapman & Duff, 1993).

Risiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting”, seperti yang dikatakan Freij & Sever pada tahun 1995, bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan lesi pada neonatal terjadi pada hari ke 4 kehidupannya karena efek antibodi ibu, prognosisnya baik dan hampir tidak ada risiko mortalitas. Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%. Aborsi spontan, persalinan prematur, kematian janin adalah sebagai konsekuensi infeksi varicella maternal.

Bila terjadi dalam 5 hari sebelum melahirkan hingga 2 hari pasca persalinan akan terjadi infeksi pada neonatal sebesar 25% dan rata-rata mortalitas 20-30%. Pada kasus tersebut lesi pada neonatal muncul 5-10 hari setelah dilahirkan (Champ & Duff, 1883; freij & Sever, 1995; Gershon, 1988).
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius. Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varicella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan. Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.
Varisella yang terjadi pada kehamilan merupakan ancaman ringan pada ibu maupun janin. Komplikasi serius yang biasa terjadi pada orang dewasa adalah varisela pneumonia: 30-50 % orang dewasa dengan varisela akut dapat mengalami pneumonia. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan apakah kehamilan merupakan predisposisi terjadinya pneumonia atau dapat meningkatkan keparahan penyakit. Pneumonia lebih umum terjadi pada pertengahan kedua kehamilan, dan kebanyakan kematian terjadi pada trimester ketiga. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan perubahan fungsi imun atau perubahan fisiologis yang dipengaruhi oleh kehamilan.
Pneumonia timbul beberapa hari setelah timbulnya rash dan didahului dengan batuk kering. Gejala dapat ringan atau berlanjut menjadi takipnu, napas pendek, nyeri dada, hemoptisis dan sianosis. Yang khas pada foto thoraks terlihat gambaran nodul infiltrat peribronkial yang difus.  Komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian ibu, tetapi belum jelas apakah insiden dan tingkat keparahan penyakit varisela pneumonia lebih besar bila terjadi pada ibu hamil dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Angka mortalitas pada orang dewasa yang menderita varisela pneumonia diperkirakan antara 10-30 %. Lebih dari 40 % ibu hamil meninggal sebelum pemberian terapi antiviral dan perawatan paru yang lebih maju. Janin yang dikandung dapat meninggal akibat kelahiran prematur atau akibat kematian ibu.
Pada waktu dahulu, komplikasi yang paling sering terjadi pada varisela adalah superinfeksi bakteri pada lesi kulit yang terkena. Streptokus beta hemolitikus dan stafilokokus merupakan penyebab bakteri yang paling sering. Komplikasi yang jarang terjadi adalah ataksia serebelar (dapat berlanjut menjadi koma), arthritis, nefritis, perikarditis dan miokarditis. Sindroma Reye secara umum terbatas pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun dan menjadi jarang sejak adanya penggunaan aspirin. Ibu hamil yang terinfeksi dapat mengalami persalinan prematur, kematian janin, kemungkinan disebabkan karena produksi dari mediator inflamasi, tetapi tidak menyebabkan terjadi abortus spontan.

5     PENATALAKSANAAN DAN MANAJEMEN KEBIDANAN
Varney juga menjelaskan mengenai evaluasi yang harus dilakukan pada wanita yang dicurigai mengidap varisela yang dituangkan dalam bentuk tabel penatalaksanaan dibawah ini.

Penatalaksanaan Wanita Hamil dengan Varisela Berdasarkan Pajanan pada Pasien atau Jalur Penularan 
Jalur Pajanan/ Penularan
Penatalaksanaan Perawatan
Anggota keluarga yang terpajan varisela (missal: anak yang dititipkan di tempat penitipan anak)
1.    Kaji riwayat pajanan varisela pada anggota keluarga
2.    Lakukan tes serologi untuk memeriksa kekebalan wanita terhadap varisela
3.    Sarankan untuk menghindari kontak langsung dengan anggota keluarga yang terinfeksi sampai masa inkubasi berakhir tanpa ada tanda-tanda infeksi.
Pajanan langsung varisela (anak yang terinfeksi varisela)
1.    Lakukan tes serologi untuk mengetahui kekebalan tubuh terhadap varisela
2.    Berikan VZIG dalam 96 jam sejak wanita terpajan, jika kekebalan wanita tersebut terhadap varisela negatif atau tidak diketahui.
Infeksi varisela pada ibu dalam 20 minggu pertama kehamilannya
1.    Beri antipiretik dan analgesik ringan untuk mengurangi gejala
2.    Apabila wanita tersebut sedang menderita penyakit yang parah dan tiba-tiba disertai panas tinggi, ruam yang menyebar luas, dan atau gejala penyakit paru, segera rujuk dokter untuk mendapat obat asiklovir IV
3.    Konsul ke dokter untuk pemeriksaan ultrasonografi dan kemungkinan pengambilan sampel darah janin (mengidentifikasi infeksi pada janin)
Infeksi varisela pada ibu hamil setelah 20 minggu tetapi tidak lebih dari sepuluh hari persalinan
1.    Beri antipiretik dan analgesik ringan untuk mengurangi gejala
2.    Apabila wanita tersebut sedang menderita penyakit yang parah dan tiba-tiba disertai panas tinggi, ruam yang menyebar luas, dan atau gejala penyakit paru, segera rujuk dokter untuk mendapat obat asiklovir IV
3.    Janin akan mendapat kekebalan pasif dari ibu
Varisela pada ibu dimulai dalam masa enam hari sebelum melahirkan
1.    Beri VZIG kepada ibu
2.    Siapkan sebagai antisipasi tindakan tokolisis
3.    Beri VZIG kepada bayi pada saat lahir
4.    Kemungkinan bayi perlu diisolasi dari ibunya, kendati tidak ada ruam pada tubuh ibu
5.    Kemungkinan pemberian ASI dengan menggunakan pompa untuk meminimalkan kontak bayi dengan lesi pada ibu 
Varisela pada ibu dimulai dalam 72 jam pertama pascapartum
1.    Obati bayi baru lahir denga VZIG
2.    Obati ibu dengan VZIG, jika tidak ada ruam (mengurangi risiko infeksi serius)
3.    Isolasi bayi dan ibu secara bersamaan
4.    Pemberian ASI dilakukan dengan pompa untuk meminimalkan kontak bayi dengan lesi pada ibu
Pajanan varisela pada ibu/bayi setelah 72 jam pertama pascapartum
1.    Pastikan status serologi ibu (ibu yang memiliki kekebalan akan memberi antibodi kepada bayinya)
2.    Obati bayi dari ibu yang tidak memiliki kekebalan terhadap varisela dengan VZIG atau beri tahu tenaga kesehatan yang menangani bayi
3.    Hindari kontak ibu/bayi dengan individu yan terinfeksi varisela
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention. National Immunization program. Varicella. Dalam Epidemiology and prevention of Vaccine Preventable disease, ed ke-7. CDC. Atlanta, GA: April 2002  

Varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut mengalami panurunan daya tahan tubuh. Penyakit varicella dapat diberi pengobatan “Asiklovir” berupa tablet 800 mg per hari setiap 4 jam sekali (dosis orang dewasa, yaitu 12 tahun ke atas) selama 7-10 hari dan salep yang mengandung asiklovir 5% yang dioleskan tipis di permukaan yang terinfeksi 6 kali sehari selama 6 hari. Larutan “PK” sebanyak 1% yang dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.
Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan bekas luka yang ditimbulkan dengan banyak mengkonsumsi air mineral untuk menetralisir ginjal setelah mengkonsumsi obat. Konsumsi vitamin C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan segar seperti juice jambu biji, juice tomat dan anggur.Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa didapat dari plasebo, minuman dari lidah buaya, ataupun rumput laut. Penggunaan lotion yang mengandung pelembab ekstra saat luka sudah benar- benar sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi lebih lanjut.
Pada infeksi yang terjadi pada akhir kehamilan (secara kesepakatan ditetapkan 5 hari sebelum atau sesudah kelahiran) memunculkan risiko transmisi vertikal, yang dapat mengakibatkan bayi baru lahir mengalami infeksi varicella berat. Pada pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir, dan ibu hamil, bila sudah terjadi infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan dalam 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi mutlak pemberian terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan trimester ke-3.
Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau untuk keperluan isolasi. cacar air dengan mudah menular pada orang lain. Untuk mencegah penularan, terutama pada bayi atau wanita hamil yang belum pernah terinfeksi, jauhkan mereka dari penderita paling tidak selama 21 – 28 hari. Ibu hamil yang pernah terinfeksi Chickenpox mempunyai kekebalan terhadap virus tersebut. Antibodi yang dimiliki ibu ditransfer ke janin melalui Plasenta. Oleh sebab itu, ibu hamil yang sudah memiliki kekebalan tidak perlu khawatir terjadi komplikasi terhadap dirinya maupun bayinya bila berdekatan dengan orang yang menderita Chickenpox. Bila ibu tidak yakin sudah mempunyai kekebalan atau belum, bisa dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui tingkat kekebalan.
Bila tubuh memang belum memiliki kekebalan dan ibu harus berhadapan dengan orang yang menderita chickenpox, bisa diberikan zoster immune globulin (ZIG) pada hari keempat sejak terpapar penderita chickenpox. Ibu tidak bisa diberi vaksin chickepox, bila sedang hamil.
Penatalaksanaan terdiri dari terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x torak untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%. Bila terjadi pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi dengan antiviral oleh karena perubahan dekompensasi akan sangat cepat terjadi.
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varicella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela kongenital. Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.
Perempuan yang terkena cacar air selama kehamilan bisa ditangani dengan obat antiviral acyclovir (Zovirax) yang cukup aman bagi kehamilan. Tapi jika kondisi yang terjadi pada sang ibu cukup parah, maka sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mencegah komplikasi serius yang mungkin terjadi. Namun, bagi bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena infeksi cacar air beberapa hari sebelum kelahiran, harus diberikan VZIg (Varicella-Zoster Ig) sesaat setelah lahir. Sedangkan jika bayi mengembangkan varicella saat dua minggu kehidupan pertamanya harus ditangani dengan acyclovir IV. Sebaiknya semua perempuan harus ditanyakan mengenai riwayat infeksi cacar air sebelumnya atau mengenai imunisasi saat kunjungan pertama kehamilannya. Beberapa ahli menuturkan, ibu hamil sebaiknya mendapatkan tes antibodi saat kunjungan pertama kehamilannya untuk mengetahui adakah antibodi terhadap virus variella di dalam tubuh sang ibu.
Pengobatan dan pencegahan pada ibu hamil ialah dengan:
1.    Varicela-Zoster Immune Globulin (VZIG)
VZIG direkomendasikan untuk ibu hamil yang rentan dan terpapar varisela secara bermakna. Bila ibu tersebut menyangkal pernah menderita verisela sebelumnya, maka dilakukan konfirmasi uji serologis secepatnya. Adanya antibodi IgG spesifik terhadap antibodi maka segera diberikan VZIG. Idealnya pemberian adalah 625 unit (5 vial) secara intra muskuler pada wanita dengan berat badan lebih dari 50 kg dan 4 vial bila berat badan kurang dari 50 kg, penggunaan VZIG dapat memperpanjang masa inkubasi varisela sampai selama 35 hari.

Ada bukti yang menunjukkan bahwa VZIG dapat juga mengurangi resiko infeksi janin. Pada penelitian terhadap 97 wanita hamil yang mengalami varisela dan mendapat VZIG, ternyata tidak terdapat kasus sindroma varisela kongenital.
2.    Acyclovir
Penelitian pada orang dewasa sehat dengan infeksi varisela primer yang diberi terapi awal dalam 24-48 jam pertama dengan acyclovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari menunjukkan pengurangan waktu yang bermakna dalam hal perubahan lesi menjadi krusta, lamanya sakit, serta durasi dari gejala dan demam. Acyclovir telah digunakan secara aman pada ribuan wanita selama kehamilan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa acyclovir mempengaruhi insidens atau tingkat keparahan dari infeksi janin, penelitian terbaru pada orang dewasa dengan verisela pneumonia menunjukkan bahwa terapi awal dengan acyclovir intravena 5 mg/ kgBB tiap 8 jam,
bermanfaat dalam menurunkan demam dan takipnu serta memperbaiki oksigenasi pada pasien yang mendapat terapi dibandingkan yang tidak diterapi. Dosis acyclovir yang direkomendasikan adalah 10-15 mg/ kgBB tiap 8 jam secara intravena selama 7 hari.

Keputusan lain mengatakan bahwa ibu hamil yang terkena varisela berat harus diterapi dengan acyclovir intravena tanpa memperdulikan usia kehamilan. Tidak ada bukti yang mengatakan bahwa pemberian acyclovir atau VZIG pada ibu hamil dapat mempengaruhi resiko atau perjalanan infeksi pada janin atau bayi
Vaksin Varisela
Imunisasi dengan vaksin varisela berguna untuk mencegah penyakit varisela pada individu dengan resiko tinggi ataupun yang sehat. Vaksin VZV hidup yang sudah dilemahkan, yang diberikan sebelum kehamilan terbukti merupakan metode yang paling efektif dalam pencegahan sindroma varisela kongenital . Vaksin ini 95% efektif terhadap varisela berat, penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya komplikasi yang paling sering yaitu superinfeksi bakteri. Vaksin ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.
Deteksi dini
Diagnosis pada apakah seseorang dikatakan terinfeksi atau tidak ditegakkan berdasarkan:
  Anamnesa , adanya gejala klinik berupa demam, malaise (prodromal ) yang disertai ruam yang khas pada kulit, dan riwayat perjalanan penyakit
Pemeriksaaan fisik ditemukannya ruam yang khas tersebut pada kulit, dan lokalisasi yang khas diawali di bagian sentral tubuh (ruam papulovesikuler, polimorfik, penyebaran sentrifugal, lesi bergelombang)
 Diagnosa dapat ditunjang dengan pemeriksaan berupa :
a.    Laboratorium : lekopeni pada 72 jam pertama dan selanjutnya lekositosis menunjukkan terjadi viremia sekunder. Lekositosis yang sangat berlebihan dapat merupakan pertanda adanya infeksi sekunder. Umumnya pada infeksi varisela ditemukan limfositosis relatif dan absolut.
b.    Kultur virus dari dasar vesikel,
c.    Pemeriksaan dengan mikroskop electron
d.    Tes serologic dan material biopsi


Penanganan awal
1.    Topikal : Bedak dan antibiotika
2.    Sistemik : Sedativa, antipiretik Asetaminophen, antibiotika untuk infeksi sekunder, acyclovir
3.    Anti histamin topikal dalam bentuk bedak salicyl 0,5-1 % atau calamin cair.
4.    Kompres dingin atau boleh mandi.
5.    Edukasi penderita;
a.    Mengganti baju penderita setiap hari
b.    Menaburkan bedak antigatal pada bagian tubuh yang terkena cacar air untuk mengurangi rasa gatal dan agar ruam menjadi lebih cepat kering.
c.    Memisahkan penderita dengan orang yang sehat agar cacar air tidak menular pada yang lain.
d.    Mandi, mandinya dengan air bersih (tidak terkontaminasi oleh bakteri) karena mandi akan membuat bagian-bagian vesicle yang sudah mati akan lepas. Jika air yang digunakan untuk mandi tidak
bersih, bisa menimbulkan infeksi sekunder.
yang menyebabkan kemungkinan terjadinya
scar atau bekas lebih banyak.”
e.    Memotong kuku agar tidak menggaruk ruam-ruam pada kulit, sehingga tidak timbul infeksi baru.
f.     Memberikan kondisi nyaman pada penderita agar dapat beristirahat dengan nyaman dan mempercepat proses kesembuhan


DAFTAR PUSTAKA

buku varney.hal 618
buku ilmu kebidanan.hal


No comments:

Post a Comment