Tuesday, April 26, 2011

"Benefits of Caffeine"

Bismillahirrahmanirahiim.,,now we go on to discuss about the benefits of caffeine,,
hm..as we all know that coffee contains caffeine and based on the book (Staying Young), caffeine, in addition to having side effects like tachycardia (heartbeat faster), migraine, increasing production of gastric acid, caffeine also has benefits especially in the process of memory storage.
How can ?
The hippocampus, which looks like a sea horse and stored deep inside the brain, are prime mover of memory. Hippocampus had a function to process the information before stored it. Hippocampus would work very well if we are emotionally, have an interest in materials or symbols that we learned. It is one reason why coffee (caffeine) can help your memory; coffee will increase the sharpness of the brain when first time we learn something, which increase the chance to be able to store it in the memory bank for a long term...
So, the conclusion is..caffeine makes the heart work increased, so that supply blood to the brain quite a lot and makes the brain cells get enough oxygen supply in a way that strongly influence the process of obtaining the information, process it and store it well.

thus only the information that I can share, hopefully it useful to u all...
thanks for reading ! :))

Monday, April 25, 2011

* fact about our health *

1. Kebiasaan buruk yang menyenangkan
meski beberapa bukti menyatakan nikotin (dalam bentuk patch, bukan yang biasa Anda hisap) dapat meningkatkan kewaspadaan, penelitian mengungkapkan ada kebiasaan buruk lain, yang tidak berbahaya seperti kafein, yang dapat membantu meningkatkan daya ingat. Lima cangkir kopi sehari akan melindungi Anda dari gangguan kognitif akibat penyakit Alzheimer dan parkinson. (ingat, jika Anda mengalami efek samping seperti migrain, irama jantung tidak teratur, rasa cemas atau peningkatan produksi asam lambung, manfaat senyawa tersebut tidak sepadan dengan efek samping yang muncul). Dengan cara mempertahankan kewaspadaan, kafein memudahkan Anda mempelajari sesuatu dan menyimpannya dalam bank memori secara efisien, sehingga Anda dengan mudah dapat mengingatnya kembali ..
**ntar kita bahas,,ni disadur dari bukunya Dr. Oz.."Staying Young"
gw caw dulu ya ! bye. wish me luck today !

ASUHAN KEHAMILAN DAN PERSALINAN PADA IBU DENGAN KOMPLIKASI SALURAN PERNAFASAN (sori, postingannya acak2an).sdikit males ngedit :))

2.1 ASHMA
2.1.1 Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang mengenai sekitar 3 hingga 4 persen populasi umum. Tanda umum asma adalah obstruksi saluran nafas reversible akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mucus, dan edema mukosa. Diperkirakan bahwa 1 sampai 4 kehamilan mengalami komplikasi asma. Kapasitas residual fungsional yang berkurang dan meningkatnya pirau efektif pada kehamilan.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Etiologi asma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Berbagai faktor dan keadaan dapat menimbulkan serangan asma. Faktor tersebut dinamakan faktor pencetus. Diagnosis asma sebenarnya tidaklah terlalu sukar, adanya riwayat serangan sesak napas yang berulang serta kadang-kadang menghilang secara spontan merupakan gejala asma yang khas. Pada pemeriksaan fisik waktu serangan dapat ditemukan tanda-tanda  obstruksi saluran napas seperti sesak napas, penggunaan otot bantu napas, suara napas yang me-manjang waktu ekspirasi dan adanya bising. Secara objektif obstruksi saluran napas dinilai dengan uji faal paru yaitu terdapatnya penurunan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1), Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan Arus Tengah Ekspirasi maksimal (ATEM). Pada serangan berat, dapat dilihat adanya hiperinflasi yaitu peningkatan Volume Residu dan kapasitas Residu Fungsional. Tetapi, kadang-kadang diagnosis asma sukar ditegakkan karena riwayat penyakit yang tidak khas, gejala yang samar seperti batuk-batuk yang lama terutama malam hari tanpa di temukan kelainan paru yang lain. Kadang-kadang adanya riwayat sesak napas tidak disokong dengan kelainan pada pemeriksaan faal paru. Pada keadaan ini perlu dilakukan uji provokasi bronkus untuk memperlihatkan hiperreaktivitas bronkus yang mungkin terdapat pada penderita tersebut.
Pada teori ini terjadi karena disebabkan oleh :
Faktor ekstrinsik : Infeksi para influensa virus, pneumonia, mycoplasma, kemudian dari fisik : Cuaca dingin, perubahan temperatur, iritasi : kimia polusi udara (CO, asap rokok, parfum). Emosional : Takut, lemas dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
Faktor intrinsik : Reaksi antigen-antibody : karena inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk bulu-bulu binatang). (Suriadi dan Yuliana R, 2001).
2.1.3 Patofisiologi
Asma ialah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan dengan komponen herediter mayor, terkait pada kromosom 5,6,11,12,14,16 dan reseptor IgE degan afinitas tinggi, sitokin, reseptor T-sel antigen. Keadaan ini juga dihubungkan dengan mutasi gen ADAM-33 pada rantai pendek kromosom 20 pada individu yang terpapar rokok, influenza (stimulasi alergi akibat lingkungan).
Peningkatan respon inflamasi menyebabkan obstruksi reversible akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mucus, dan edema mukosa pada saluran pernafasan. Adanya iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan olahraga dapat menstimulasi respon inflamasi ini. Terjadi aktivasi sel mast oleh sitokin mediates bronkokonstriksi akibat pelepasan histamine, prostaglandin D, dan leukotriens. Prostaglandin F dan ergonovin harus dihindari karena dapat menyebabkan eksaserbasi asma.

2.1.4 Tanda dan Gejala
Penilaian secara subjektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma. Gejala klinik bervariasi dari wheezing ringan sampai bronkokonstriksi berat. Pada keadaan ringan, hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi, ditandai dengan PO2 normal, penurunan PCO2, dan alkalosis respirasi. Namun, bila bertambah berat akan terjadi kelelahan yang menyebabkan retensi CO2 akibat hiperventilasi, ditandai dengan PCO2 yang kembali normal. Bila terjadi gagal nafas, ditandai asidosis, hiperkapneu, adanya pernafasan dalam, takikardi, pulsus paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernafasan, sianosis sentral, sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat ditoleransi. Namun saat kehamilan sangat berbahaya apabila adanya penurunan kapasitas residu.
Analisis gas darah merupakan penilaian objektif oksigenasi maternal, ventilasi, keseimbangan asam basa. Pemeriksaan fungsi paru merupakan penanganan rutin pada keseimbangan asam-basa. Pemeriksaan fungsi paru merupakan penanganan rutin pada semua pasien asma kronis maupun akut. Pengukuran FEV1 sekuensial merupakan gold standard yang menggambarkan derajat asma. FEV1 , 1 l (< 20 %) menggambarkan asma berat. Peak respiratory Flow rate (PEFR) berkolerasi erat dengan FEV1 dan dapat diukur dengan spirometri dengan mudah.
Table 1. stadium klinik asma
Stadium
PO2
PCO2
pH
FEV (%)
Alkalosis respirasi ringan
Normal
Turun
Naik
65-80
Alkalosis respirasi
Turun
Turun
Naik
50-64
Zona bahaya
Turun
Normal
Normal
35-49
Asidosis respirasi
Turun
Naik
Turun
<35
(Dikutip dari : William Obstetrics 22nd ed, 2005)

Pengaruh Kehamilan Terhadap Asma
Tidak ada bukti klinik pengaruh kehamilan terhadap asma ataupun pengaruh asma terhadap kehamilan. Studi perspektif terhadap ibu hamil dengan asma tidak didapatkan perbedaan kelompok yang mengalami perbaikan, menetap, atau memburuk. Namun, ada hubungannya antara keadaan asma sebelum hamil dengan morbiditasnya pada kehamilan. Pada asma ringan 13 % mengalami serangan pada kehamilan, pada asma moderat 26 % dan asma berat 50 %. Sebanyak 20 % dari ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan intrapartum, serta peningkatan resiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesaria dari pada persalinan pervaginam.

Luaran  Kehamilan
Terdapat komplikasi preeklamsia 11%, IUGR 12%, dan prematuritas 12% pada kehamilan dengan asma. Komplikasi ini tergantung pada derajat penyakit asma. Status asmatikus dapat menyebabkan gagal nafas, pneumotoraks, pneumomediastium, dan aritmia jantung. Mortalitas meningkat pada penggunaan ventilasi mekanik.
Pada asma berat hipoksia janin dapat terjadi sebelum hipoksia pada ibu terjadi. Gawat janin terjadi akibat penurunan sirkulasi uteroplasenter dan venous return maternal. Peningkatan pH (alkali) menyebabkan pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin. Hipoksemia maternal menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan resistensi vascular pulmonary dan sistemik, dan penurunan kardiak out put.
Obat-obat antiasma yang biasa digunakan tidak memiliki efek samping teratogenik. Resiko pada anak untuk terkena asma bervariasi antara 6-30% tergantung pada factor herediter dari ibu dan ayah atopic atau penderita asma.

2.1.5 Penatalaksanaan
Subyektif
Wanita itu dapat melaporkan salah satu faktor predisposisi berikut (NIH, 1991, 1997)
a.   Keluarga atau sejarah pribadi asma, rhinitis alergi, eksim.
b.   Sejarah gangguan alergi lain (misalnya rhinitis alergi, sinusitis, dermatitis atopik,poliposis hidung)
c.   Riwayat infeksi saluran pernafasan lebih rendah pada anak usia (misalnya bronkitis,pneumonia)
d.    Paparan Pasif terhadap asap (tembakau atau kayu)
e.    Merokok
f.     Lingkungan / pekerjaan paparan alergen, hewan peliharaan, tungau debu rumah,cetakan
g.   Lingkungan / pajanan bahan kimia / polutan / iritan (misalnya aerosol, parfum, deterjen,konstruksi, fumigasi)
h.   Obat (sejarah yaitu penggunaan obat yang berhubungan dengan asma, sepertiaspirin, non steroid anti-inflamasi (NSAID) agen, beta-blocker)
i.      Makanan / minuman tambahan (misalnya sulfida)
j.     Cuaca (perubahan temperatur)
k.    Sejarah eksaserbasi gejala dengan latihan atau di malam hari
l.      Faktor endokrin
m.  Umur diagnosis awal asma
n.    Gejala yang terjadi atau memburuk selama mens
o.    Gejala yang terjadi atau memburuk selama ekspresi emosional yang kuat

Wanita itu (klien) dapat melaporkan satu atau lebih gejala berikut (Clark et al, 1993: Mabie,1996: NIH, 1991, 1997; Shanon, 1995)
·         Mengi
·         Dada sesak
·         Sesak napas
·         Batuk Siang Hari
·         Batuk Malam Hari
·         Produksi sputum (biasanya jelas, mungkin sedikit dapat berlimpah dalam jumlah)
·         Kegiatan pembatasan
·         Demam
·         Nyeri dada
·         Letargi
·         Kecemasan
·         Kebingungan
·         berdebar-debar
Catatan: ketika mengkaji gejala wanita itu, penting untuk menentukan sebagai berikut:onset gejala, lama gejala, pola gejala (misalnya episodik, gejala terus menerus dengan eksaserbasi intermiten), perjalanan penyakit, pengobatan bahwa gejala lega, memberatkan faktor atau variasi musiman, dan setiap penggunaan pelayanan medis (misalnya rumah sakit, ruang darurat, atau klinik perawatan mendesak.)
Objektif
Selama suatu eksaserbasi, pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan hal berikut (mays dan leiner,1995; NIH, 1991; NIH, 1997; Shannon, 1995):
Tanda
tanda vital:
·         Suhu elevasi mungkin ada (jika infeksi paru yg hidup bersama).
·         Peningkatan nadi dan pernapasan dapat diamati
·         Tekanan darah dapat mengungkapkan pulsus paradoxus (yaitu penurunan lebih dari 12 mmHg pada tekanan sistolik selama inspirasi. Hal ini biasanya diamati selama eksaserbasi (PENINGKATAN) asma yang parah).
Penampilan umum
-       Wanita itu mungkin tampak kelelahan, lesu, bingung, dan / atau terengah-engah saatmencoba untuk berbicara (menunjukkan asma berat dengan pernapasan segera)(mays dan leiner, 1995)
-       Penggunaan otot respirasi aksesori (misalnya dada, perut leher) dapat diamati
-       Wanita itu mungkin dalam posisi membungkuk saat bernapas.
-       distensi vena leher mungkin jelas.
Pemeriksaan kulit
Sianosis 
- Bukti eksim / dermatitis atopik atau manifestasi alergi lainnya 
Pemeriksaan HEENT
-hidung eritema, edema (jika rhinitis yg hidup berdampingan)
- nasal discharge purulen (jika sinusitis yg hidup berdampingan)
- polip hidung.
Pemeriksaan fisik dada
-       Stidor
-       Pigeon dada atau hyperexpansion dari thorax
-       kekosongan untuk perkusi dinding dada.
-       Auskultasi dada
-       penurunan intensitas suara napas
-       berkepanjangan fase berakhirnya paksa (khas untuk obstruksi aliran udara)
-       mengi (temuan ini bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan penyakit keparahan)
-       inspirasi atau ekspirasi ronki
Auskultasi jantung
- jantung mencongklang
- P2 meningkat
pemeriksaan perut dapat mengungkapkan fundal tinggi kurang dari yang diharapkan untuk tanggal (jika yang hidup berdampingan pembatasan pertumbuhan intra uterinhidupberdampingan pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR))

Analisis 
Asma 
- R / O bronkitis kronis 
- R / O emfisema 
- R / O disfungsi laring atau vokal kabel 
- R / O gagal jantung kongestif 
- R / O kegagalan pernapasan dekat 
- R / reaksi obat O 
- R / O IUGR 
- R / O inhalasi akut menjengkelkan substansi 
- R / O obstruksi mekanik saluran napas 
- R / O pulmonary embolism 
- R / O infiltrasi paru dengan eosiphilia 
- R / O batuk sekunder terhadap obat (ACE inhibitor) 

Penatalaksanaan  
Diagnosis tes
Lakukan langkah-langkah tujuan fungsi paru-paru pada semua wanita untuk menetapkan diagnosis, memantau kemajuan, dan tingkat keparahan hakim selama eksaserbasi akut dari asma.
Catatan: penting untuk menggunakan ukuran objektif fungsi paru-paru karena sejarah seorang wanita dan temuan pemeriksaan fisik mungkin tidak berkorelasi dengan keparahan obstruksi aliran udara (. Clark et al, 1993; NIH, 1997; Rivo & malveaux, 1992)

Ordo tes berikut untuk memastikan fungsi paru perempuan (lihat tabel 11.1, nilai-nilai paru yang normal pada wanita hamil dan tidak hamil):
o Spirometri. Spirometri secara luas digunakan, meskipun jenis ini tetap tidak sering ditemukan di sebagian besar kantor layanan kesehatan primer. Airway obstruksi aliran dampak tarif dan menghasilkan perubahan kapasitas vital paksa (FVC), volume ekspirasi paksa dalam satu detik rate (FEV1) dan aliran maksimum midexpiratory (MMEF). Pada asma, pola obstruktif akan diperlihatkan.
o Peak Flow Rate ekspirasi (PEFR). Peak meter laju aliran ekspirasi tersedia secara luas sebagai peralatan kantor kecil atau plastik murah, model portabel. Ini mengukur meter PEFR, yang berkorelasi baik dengan FEV1. Asma mengurangi PEFR dan FEV1. Asma mengurangi PEFR dan FEV1.PEFR nilai menentukan tanda-tanda awal eksaserbasi, menilai respon terhadap terapi, dan variasi dokumen sirkadian dalam penyakit.
Catatan: nilai prediksi adalah antara 380 dan 550 L / menit untuk wanita, dan nilai-nilai ini tidak berubah sebagai akibat dari kehamilan. Namun, "terbaik pribadi" ditentukan untuk setiap individu pada saat asma telah terkontrol dengan baik. Penyesuaian dalam terapi asma didasarkan pada persen wanita pribadi terbaik (NIH, 1997). Dalam sedang hingga asma berat, PEFR harus mendapatkan dua kali sehari (12 jam terpisah). Nilai terbaik biasanya diamati pada malam hari setelah wanita memiliki pengobatan selama hari (al suhu clark, 1993.). Berbaliknya respon hiper didefinisikan sebagai kenaikan maksimum 15 persen dalam PEVR atau FEV1 setelah dua tiupan dari inhaler agonis beta2 (Mabie, 1996). 
- Tergantung pada sejarah klinis dan pemeriksaan fisik, tes tambahan berikut mungkin dipesan: 
o Chest x-ray. Sebuah dada x-ray harus dipesan untuk menyingkirkan pneumonia pada wanita demam, jika fenomena obstruktif lain yang diduga, untuk menilai penyakit cardiopulmonary lain, atau untuk menilai adanya pneumotoraks atau atelektasis dalam wanita akut.
Dahak o dari gram noda. Stain mungkin menunjukkan adanya eosinofil (karakteristik asma), atau neutrofil (jika bronkitis yg hidup bersama).
o dahak spesimen untuk kultur dan sensitivitas. Budaya dapat mengungkapkan organisme indikasi pneumonia (jika ada infeksi paru yg hidup bersama).
o hitung darah lengkap (CBC). CBC dapat mengungkapkan eosinofilia (indikasi dari sebuah komponen alergi) atau leukositosis (jika infeksi paru yg hidup bersama).
o Kulit pengujian untuk menentukan hipersensitif terhadap alergen tertentu. uji kulit mungkin positif untuk antigen tertentu.
o Nasal sekresi smear. Smear dapat menunjukkan eosinofil (indikasi dari sebuah komponen alergi) atau neutrofils (jika sinusitis yg hidup bersama).
o tingkat serum teofilin. Ini digunakan sebagai dasar atau untuk mengevaluasi tingkat terapeutik pada wanita menggunakan theophyline untuk menghilangkan gejala. 
Catatan: kisaran terapeutik untuk tingkat theophyline selama kehamilan adalah 18-12 mg / ml.
Suatu eksaserbasi akut asma dengan gejala sedang sampai parah tes berikut mungkin diperintahkan setelah berkonsultasi dengan dokter (ACOG, 1996; Mabie, 1996; Mays & leiner, 1995; NIH, 1991):
o saturasi oksigen (akan menurun)
catatan: wanita hamil dengan saturasi oksigen 95 persen atau kurang kebutuhan intensif, terapi melangkah-up dan mungkin memerlukan rawat inap untuk mengetahui respon terhadap pengobatan.
o Gas Darah
USG kandungan o Mendapatkan pada semua wanita asma untuk secara akurat menentukan usia kehamilan, atau pada wanita dengan tinggi fundal yang kurang dari yang diharapkan selama minggu kehamilan untuk menyingkirkan IUGR. Mendapatkan USG serial (setiap 2 sampai 4 minggu) jika IUGR didokumentasikan. 
Pengobatan / manajemen Berbagai macam strategi pengobatan yang tersedia untuk mengendalikan asma. Yang lebih parah, sering atau menonaktifkan gejala, semakin besar kombinasi dan dosis obat. Menjahit regimen obat untuk memungkinkan berfungsi maksimal dengan minimum gejala dan efek samping pengobatan bagi wanita adalah tujuan dari manajemen individual (lihat angka 11.1 melalui 11,5).
- Berikut ini adalah pedoman umum pengendalian lingkungan mendekati dalam mode "langkah bijak" untuk terapi asma (Clark et al, 1993, Mabie, 1996; mays & leiner, 1995; NIH, 1997 Shannon, 1995.).
o Pengendalian lingkungan harus individual dan berdasarkan sejarah wanita paparan alergi / iritasi.
tindakan Outdoor
·         Hindari pemaparan yang tidak perlu berat untuk alergen outdoor (misalnya serbuk sari, ragweed,jamur)
·         Hindari kegiatan yang dapat meningkatkan gejala (misalnya, memotong rumput)
tindakan Indoors
·         Jauhkan rumah sebersih mungkin, terutama kamar tidur.
·         Pakailah masker ketika menyedot debu dan menggunakan Vacuums khusus
·         peliharaan harus tidur di luar ruangan, atau jika tidak memungkinkan, di daerah di mana wanita telah membatasi paparan bulu hewan, bulu, dan ketombe.
·         Menjaga kelembaban untuk menghambat pertumbuhan jamur dan lumut
·         menyelimuti kasur dan bantal dengan plastik penutup
·         Cuci tempat tidur setiap minggu dalam air bersih.
·         Keterbatasan paparan karpet, kain furnitur, dan boneka binatang terutama di kamar tidur.
·         Memulai menghitung gerakan janin dimulai pada usia kehamilan 28 minggu pada semua wanita
·         Jika wanita merokok, sarankan dia untuk berhenti. Jika dia terpapar asap rokok pasif, bahas cara-cara untuk menghilangkan pemicu (misalnya, ruang ventilasi, permintaan tidak merokok di dalam rumah)
·         Lihat perempuan yang signifikan menunjukkan tanda atau gejala depresi, kecemasan, atau gangguan psikologis lainnya yang berhubungan dengan penyakit kronis untuk evaluasi psikologis dan / atau konseling, jika diindikasikan.

Konsultasi
-       Konsultasikan dengan dokter jika menunjukkan wanita untuk asma persisten berat gejala, memiliki efek samping yang signifikan yang terkait dengan obat-obatan, atau telah didokumentasikan atau diduga IUGR
-       Konsultasikan dengan dokter jika seorang wanita memiliki sejarah ruang gawat darurat beberapa kunjungan ke rumah sakit / gejala yang khas dan meningkatkan pertanyaan tentang kemungkinan diagnostik lainnya, kurang dari respon optimal untuk intervensi terapi, faktor rumit yang membutuhkan perawatan khusus, atau komplikasi penting lainnya .
-       periksakan ke spesialis asma dan transfer asuhan untuk perinatologist, jika seorang wanita telah mengidap asma persisten berat, asma persisten sedang yang tidak  cukup dengan terapi, atau sejarah yang menempatkan dirinya pada peningkatan risiko kematian asma terkait.
-       Konsultasikan, diperlukan, untuk resep.
Pendidikan pasien. Mendidik wanita tentang asma termasuk penyebab, klinis, tindakan pencegahan, pilihan pengobatan, komplikasi, efek samping obat, dan kapan dan di mana untuk mencari perawatan medis segera bila asma memburuk.
-       Mendidik wanita tentang perlunya untuk membatalkan agen memicu dan mencegah eksaserbasi atau asma.
-       Jika wanita merokok, bicarakan dampak ibu-janin yang merugikan dan kebutuhan untuk berhenti merokok. Merujuk perempuan untuk program komunitas yang tersedia untuk berhenti merokok. Merujuk perempuan untuk program komunitas yang tersedia untuk berhenti merokok.
-       Instruksikan wanita yang tepat dalam penggunaan inhaler meteran-dosis (MDI) dan perangkat spacer untuk obat inhalasi. Review instruksi berikut untuk MDI digunakan dengan dia (Rivo & malveaux, 1992; Shannon, 1995)
·        Pastikan ada cukup obat dalam tabung. Cara mudah untuk menentukan ini adalah untuk menempatkan tabung dalam wadah air: jika tenggelam ke bawah penuh, jika mengapung di permukaan (menyamping) itu kosong.
·         Untuk menggunakan inhaler
·        Mendidik wanita tentang pentingnya terapi yang memadai untuk mengontrol asma nya.Memberikan informasi tentang obat, penggunaan yang tepat, efek samping yang mungkin timbul (ibu dan janin), dan kapan harus memberitahu penyedia layanan kesehatan setelah memulai terapi.
-       didik wanita dankeluarganya mengenai tindakan darurat yang harus dilaksanakan.
-      Diskusikan alasan untuk tes diagnostik yang sedang dipesan. Setelah hasil dari tesyang diperoleh, review ini dengan wanita.
-      Mendidik wanita tentang tanda-tanda dan gejala depresi, kecemasan atau lainnya emosional / psikologis dengan penyakit kronis.
-      Jika perencanaan wanita untuk menyusui, membahas efek yang minum obat tersebut terhadap bayinya. Agen farmakologis Inhalasi memiliki tingkat rendah dan oleh karena itu serum ibu bayi terkena jumlahnya tidak jika pakan payudara.
1. Deteksi dini
a.    Analisis gas darah arteri
Pengukuran gas darah menghasilkan penilaian objektif oksigenasi, ventilasi, dan status asam-basa ibu hamil. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai norma pada kehamilan, interpretasi hasil pemeriksaan perlu dilakukan dengan hati-hati. Sebagai contoh, pada wanita hamil Pco2 yng lebih dari 35 mm Hg dengan pH kurang dari 7,35 konsisten dengan hiperventilasi dan retensi CO2.
b.    Pemeriksaan fungsi paru
Uji fungsi paru telah menjadi hal rutin dalam penatalaksanaan asma akut dan kronis. Pengukuran sekuensial volume ekspirasi maksimum merupakan satu-satunya pengukuran terbaik untuk mencerminkan keparahan penyakit. Laju aliran ekspirasi puncak (PEFR) berkolerasi baik dengan FEV1, dan parameter ini dapat diukur dengan handal oleh alat pengukur portable berharga murah. Kedua ukuran ini merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk memantau obstruksi saluran pernafasan. FEV1 yang kurang dari 1 L atau kurang dari 20 persen dari yang diperkirakan berkaitan dengan penyakit yang parah yang dimanifestasikan dengan hipoksia, kurangnya respons terhadap terapi, dan angka kekambuhan yang tinggi.

2. Penatalaksanaan asma kronik
Untuk menangani asma secara efektif selama kehamilan diperlukan penilaian objektif fungsi paru, pencegahan atau pengendalian terhadap factor pencetus lingkungan, pemberian terapi farmakologis, dan penyuluhan kesehatan pasien. Umumnya, wanita dengan asma sedang sampai berat diinstruksikan untuk mengukur dan mencatat PEFR mereka dua kali. Nilai prediksi berkisar dari 380 sampai 550 L/mnt, dan setiap wanita memiliki angka dasar mereka masing-masing. Rekomendasi untuk menyesuaikan pengobatan dapat dibuat berdasarkan pengukuran ini.
Terapi rawat jalan bergantung pada keparahan penyakit. Kortikosteroid inhalan merupakan terapi yang dianjurkan untuk asma pasien. Inhalasi di berikan 3 sampai 4 kali sehari sesuai kebutuhan. Teofilin merupakan suatu metilaxantin, dan berbagai garamnya bersifat bronkodilatorik dan mungkin antiimflamasi. Pemodifikasi leukotrien adalah obat golongan baru yang menghambat sintesis leukotrien. Obat ini di berikan secara inhalasi untuk mencegah serangan dan tidak efektif pada penyakit aktif. Saat ini, peran obat-obat tersebut dalam terapi asma masih belum jelas, dan pengalaman pemakaiannya pada wanita hamil sangat sedikit.

3. Penatalaksanaan asma akut
Terapi asma akut selama kehamilan serupa dengan terapi yang diberikan kepada penderita asma yang tidak hamil, kecuali ambang untuk rawat inap yang jauh lebih rendah bagi wanita hamil. Sebagian besar pasien memperoleh manfaat  dari hidrasi intravena untuk membantu membersihkan sekresi sekresi paru. Oksigenasi suplemen diberikan dengan masker setelah dilakukan pengambilan sampel gas darah. Tujuan pengobatan adalah mempertahankan PO2 lebih besar dari 60 mmHg, dan lebih baik lagi jika normal, serta saturasi oksigen 95%. Pemeriksaan fungsi paru dasar mencakup FEV1 atau PEFR. Biasanya diindikasikan foto toraks. Oksimetri nadi kontinu dan pemantauan janin secara elektronik dapat memberi informasi yang bermanfaat. Terapi farmakologis lini pertama pada asma akut adalah pemberian agonis B-adrenergik-epineprin. Isoprotenerol,terbutalin dll.

4. Penatalaksanaan persalinan dan pelahiran
Obat asma rutin dilanjutkan selama persalinan dan persalinan. Kortikosteroid dosis-stress diberikan kepada semua wanita yang mendapat terapi steroid sistemik dalam 4 minggu terakhir. Obat yang bias digunakan adalah hidrokortison 100 mg yang diberikan secara intravena setiap 8 jam. PEFR harus diperiksa pada saat pasien masuk. Jika timbul gejalaa asma, pemeriksaan dilakukan berkala setelah pengobatan.
Dalam memilih analgesic untuk persalinan, mungkin lebih baik digunakan golongan narkotik yang tidak menyebabkan pelepasan histamine, seperti fentanil, dibandingkan dengan meperidin atau morfin. Analgesia epidural untuk persalinan merupakan tindakan yang ideal. Untuk pelahiran secara bedah, dianjurkan analgesia konduksi karena intubasi trakea dapat memicu bronkospasme berat. Pada kasus perdarahan pasca partum refrakter, sebaiknya digunakan prostaglandin E2 dan obat uterotonik lain daripada prostaglandin F2a, yang dilaporkan dapat menimbulkan bronkospasme signifikan pada penderita asma.

Langkah penanganan asma
Sebelum kehamilan
1.    Konseling mengenai pengaruh kehamilan dan asma, serta pengobatan. Penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi.
2.    Hindari factor pencetus, allergen
3.    Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.
Selama kehamilan
1.    Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilin dalam darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi.
2.    Pengobatan untuk mencegaah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan.
3.    Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik pada janin.
4.    Pemeriksaan fungsi paru ibu.
5.    Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.

Saat persalinan
1.    Pemeriksaan FEV1 PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang bila timbul gejala.
2.    Pemberian oksigen adekuat,
3.    Pemberian kortikosteroid atas izininstruksi dokter diberikan 4 minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance diberikan saat persalinan.
4.    Anastesi epideral dapat digunakan. Saat persalinan operatif lebih baik gunakan anastesi regional agar mengurangi rangsangan terhadap trakea.
Pasca persalinan
1.    Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernafasan, muali pemberian terapi maintenance.
2.    Pemberian ASI tidak kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat antiasma termasuk prednisone.



2.1         BRONCHITIS
2.2.1     Definisi
Infeksi saluran pernapasan bawah yang dibatasi sampai trakea dan bronkus disebut bronchitis. Bronchitis dapat muncul sebagai respon radang terhadap infeksi saluran pernapasan atas yang tidak menyeluruh. Pada wanita usia reproduksi yang sehat bronchitis adalah sindrom demam virus khususnya malaise, keletihan, sakit tenggorokan, nyeri dada dan batuk. Nyeri dada yang bertambah buruk dengan napas pendek atau dengan nyeri pada inspirasi menandakan pneumonia.(Varney, Helen. 2006).
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490)
Bronkitis adalah pembengkakan pada organ pernapasan dan terutama pohon bronkial. Bronkitis adalah penyakit di mana saluran udara yang diblokir oleh produksi dahak dan lendir yang berlebihan dan batuk selama minimal tiga bulan sekali dalam dua tahun. Ketika tabung terinfeksi dan bengkak, mereka menghasilkan lendir tebal yang membuatnya sulit untuk bernapas.
Ada dua jenis bronchitis, yaitu bronchitis akut dan bronchitis kronis. Bronchitis akut adalah inflamasi pada trakea dan dinding bronchial. Penyebabnya ialah infeksi virus, micoplasma, atau bakteri atau dari kontak dengan iritan (seperti: asap, debu, atau serbuk sari). (Marchese & Diamond, 1995; Mays & Leiner, 1996). Bronchitis akut hidup pendek, pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Bronkitis kronis adalah infeksi jangka panjang yang bisa menjadi fatal jika dibiarkan tanpa diberi perawatan. Virus dan bakteri penyebab bronkitis akut, sedangkan hasil pemeriksaan menyatakan bahwa bronkitis kronis merupakan manifestasi dari merokok dalam jangka waktu yang lama dan/ atau menghisap banyak asap rokok serta polutan di lingkungan yang mengganggu saluran pernapasan.

2.2.2     Etiologi dan Faktor Predisposisi
A.    Etiologi
Penyebab bronchitis atau radang bronki dapat bermacam-macam. Penyebab umum ialah : virus (adenovirus, influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus, rhinovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus, lalu dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti S. pneumonia, M catarrhalis, H influenza, Chlamydia pneumoniae (Taiwan acute respiratory [TWAR] agent), Mycoplasma species. Adapun penyebab spesifik ialah: Influenza, Pertusis, Campak (morbilli), Salmonella, Difteria, Scarlet fever, Polusi udara, seperti merokok. Faktor keturunan dan status sosial pun dapat menjadi penyebab bronchitis. Secara jelasnya akan dibahas satu persatu penyebab bronchitis dibawah ini:
a.    Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis, rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan yang juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.    Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.
c.    Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.    Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.    Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

Penyebab bronchitis berdasarkan  terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya penyakit, bukan berat ringannya penyakit, ialah:
a.    Bronkitis akut
Penyebab tersering Bronkitis akut adalah virus, yakni virus influenza, Rhinovirus, Adenivirus, dan lain-lain. Sebagian kecil disebabkan oleh bakteri (kuman), terutama Mycoplasma pnemoniae, Clamydia pnemoniae, dan lain-lain.
b.    Bronchitis kronis
Saluran napas yang menerima rangsangan terus-menerus dari asap rokok, asap/debu industri atau keadaan polusi udara yang menyebabkan keradangan kronis dan produksi lendir yang berlebihan sehingga mudah menimbulkan infeksi ulang.

B.    Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya bronchitis ialah faktor lingkungan seperti banyaknya asap rokok yang dihasilkan oleh perokok aktif, alergi, cuaca, keadaan umum yang kurang baik (Poor Health).

2.2.3     Tanda dan Gejala serta Komplikasi
A.    Tanda dan Gejala
Berupa batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan), Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
a.    Sesak napas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
b.    Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
c.    Lelah
d.    Demam tinggi selama 3-5 hari
e.    Rasa tidak enak di bawah tulang dada : Seperti terbakar dan sakit
f.     Muntah

Tanda dan gejala berdasarkan terminologi (istilah) berdasarkan durasi berlangsungnya penyakit, bukan berat ringannya penyakit, ialah:
a.    Bronchitis akut
Sesak napas, nyeri ringan di dada, mengalami demam ringan, batuk terus-menerus dengan lendir, menggigil, sesak di dada, nafas berbunyi, dan sakit kepala.
b.    Bronchitis kronis
Keluhan dan gejala-gejala klinis bronkitis kronis adalah sebagai berikut: 
1)    Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.
2)    Sesak napas dan bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.
3)    Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
4)    Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara “krok-krok” terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.

B.    Komplikasi

a.    Otitis
b.    Sinusitis
c.    Pneumonia
d.    Terutama kalau gizi buruk
e.    Bronkiektasis
f.     Bronkopneumonia
g.    Gagal nafas akut


2.2.4     Patofisiologi
Selama kehamilan, tubuh wanita mengalami banyak perubahan. Tubuh wanita tidak hanya mengkonsumsi oksigen dan nutrisi untuk kebaikan dirinya sendiri namun juga untuk bayi yang berada di dalam tubuhnya. Kondisi wanita hamil dengan masalah pernapasan  dapat menyulitkan para dokter. Ada faktor-faktor penting yang terlibat ketika berhadapan dengan kesehatan wanita hamil seperti perubahan fisiologis dan anatomis mereka karena kehamilan, menyeimbangkan kebutuhan janin dan ibu, dan kerentanan wanita hamil terhadap penyakit.
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Masalah kesehatan pernapasan  memiliki kemungkinan untuk memburuk selama kehamilan karena rahim yang membesar cenderung menekan diafragma, mengecilkan ruang yang tersedia di paru-paru dan ukuran rongga dada ketika fungsi paru-paru sangat penting untuk memasok pertukaran oksigen yang cukup untuk ibu dan janin.
Selain itu, evaluasi histologis pada saluran pernapasan bagian atas selama kehamilan menampakkan hiperemia (peningkatan jumlah darah), hiperaktivitas kelenjar (peningkatan beban kerja kelenjar), meningkatnya isi mukopolisakarida, dan meningkatnya aktivitas fagositosis. Perubahan ini tampaknya disebabkan oleh peningkatan kadar estrogen. Akibatnya, wanita hamil mengalami hidung berdarah dan hidung tersumbat.

2.2.5     Penatalaksanaan
a.    Deteksi dini
Dengan cukup mengetahui tentang perubahan fisiologi pernapasan di antara wanita hamil merupakan hal yang sangat penting untuk pengobatan dan perawatan ketika mereka terkena penyakit pernapasan. Seperti yang telah anda ketahui, perubahan-perubahan ini memungkinkan calon ibu memenuhi kebutuhan metabolik bayi yang akan lahir. Untuk mendiagnosa penyakit ini digunakan tes-tes oleh para dokter selain lewat tanda-tanda dan gejala yang jelas dalam menyakinkan penyakit ini, tes-tes seperti tes fungsi paru-paru, pulsa oksimetri, gas darah arteri, rontgen dada, dan pemeriksaan dahak.

b.    Anamnesa
Untuk mendukung diagnosis, yang dapat dilakukan ialah mengidentisikasi klien dengan menganamnesa dengan pertanyaan yang mengarah. Dari anamnesa tersebut, seorang ibu (klien) dapat mengeluhkan riwayat faktor predisposisi yang terkait dengan bronchitis dibawah ini (Shannon, 1995):
a.    Merokok
b.    Menderita penyakit ISPA
c.    Menderita infeksi infeksi
d.    Penyakit obstruktif paru akut
e.    Asma
Seorang ibu juga dapat (klien) mengeluhkan salah satu atau lebih gejala dibawah ini (Shannon, 1995):
a.    Batuk produktif (berlendir sampai purulen)
b.    Ketidaknyamanan dada substernal
c.    Gejala ISPA
·         Malaise
·         Rhinorrhea
·         Sakit tenggorokan
·         Sakit kepala

c.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memperlihatkan:
a.    Suhu normal atau sedikit meninggi
b.    Hiperemi faringeal
c.    Auskultasi paru : rhonchi, wheezing, atau crackles without consolidation

d.    Penatalaksanaan
Pada sebagian besar kasus, infeksi akan jelas dan batuk akan sembuh dalam satu atau dua minggu dengan terapi suportif, yang sebaiknya menyertakan program biasa seperti istirahat, meningkatkan cairan, dan dekongestan atau penekan batuk. Jika batuk adalah gejala utama, penggunaan inhaler albuterol (proventil, ventolin) dapat meredakan gejala. Jika inhaler diresepkan, petunjuknya harus dua kali isapan, sebaiknya setiap 4-6 jam sesuai yang dibutuhkan untuk melegakan gejala. Frekuensi penggunaan yang lebih banyak, atau penggunaan yang berkepanjangan, membutuhkan rujukan ke dokter.
Pengobatan bronkitis pada wanita hamil sama dengan mereka yang tidak hamil. Dalam kasus manapun, jika penyakit ini disebabkan oleh virus maka pengunaan antibiotik tidak berguna (karena diresepkan bagi bronkitis yang disebabkan bakteri). Bronkitis akut biasanya dapat sembuh dengan sendirinya dan hilang dalam waktu seminggu. Pengobatan umumnya terdiri dari istirahat penuh, banyak minum, penggunaan humidifier (pelembab udara) untuk membersihkan paru-paru, dan menghindari polusi udara seperti merokok. Meskipun aspirin cukup umum diberikan pada setiap orang, wanita hamil tidak dibolehkan untuk menggunakannya karena dapat mengakibatkan pendarahan dan bisa menimbulkan komplikasi.
Selain itu, pencegahan selalu lebih baik daripada menyembuhkan. Karena berada dalam kondisi yang rentan, wanita hamil harus selalu berhati-hati dengan tubuh mereka seperti selalu mencuci tangan mereka (untuk menghindari bronkitis virus atau bakteri) dan berhenti merokok atau menghindari perokok. Wanita hamil juga disarankan untuk mendapatkan vaksin flu terutama jika mereka akan hamil selama musim flu. Meskipun vaksin tidak akan sepenuhnya mencegah wanita tersebut terkena bronkitis, hal tersebut setidaknya memberikan perlindungan dari virus tertentu yang menyebabkan penyakit pernapasan.
Wanita hamil menderita bronkitis diperlakukan dalam metode yang sama seperti yang dilakukan oleh individu non-hamil normal. Pasien disarankan istirahat total, asupan banyak cairan seperti air dan jus buah segar, selain dari saran untuk menghindari paparan polutan dan merokok. Aspirin biasanya diresepkan untuk individu yang tidak hamil normal sebagai asupan aspirin oleh wanita hamil dapat menyebabkan perdarahan dan komplikasi lain.
Kondisi penyakit pernapasan apapun dapat memberikan dampak serius pada bayi yang akan lahir jika dibiarkan berkembang hingga pertukaran oksigen-karbondioksida terganggu dan membahayakan.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut.
1.    Tes Diagnostik
Diagnosis bronchitis akut biasanya berdasar pada riwayat, keadaan klinis, dan penemuan pada pemeriksaan fisik. Namun, tes berikut dapat dilakukan dengan beberapa gejala, riwayat kondisi pulmonal, atau ketika terdapat suspek patologi.
a.    Chest x-ray à biasanya dalam batas normal
b.    Kultur sputum dan/ atau smearà dapat menunjukkan pathogen spesifik (biasanya kontaminan umum orofaringeal pulih dan tidak diketahui secara signifikan)
c.    Tuberculosis skin test
2.    Manajemen / Pengobatan
a.    Pengobatan simptomatik pada wanita dengan bronchitis akut mencakup: istirahat, peningkatan asupan cairan, dan penggunaan asetaminofen, 650mg per-oral setiap 4jam, sesuai kebutuhan (untuk mengurangi rasa nyeri karena sakit kepala, dan demam)
b.    Penekanan batuk dapat dicoba melalui penggunaan obat-obatan yang mengandung dekstrometorfan. Dosis lazim adalah 15 mg per-oral setiap 6 jam. Nasehati klien untuk meminta pada apoteker agar obatnya tidak mengandung alcohol.
c.    Menimbang penggunaan bronkodilator inhalasi pada wanita dengan suara napas abnormal (misalnya: wheezing).
·         Dosis lazim albuterol satu sampai dua tiupan setiap 4 jam
d.    Terapi antimikrobial tidak diindikasikan dalam pengobatan bronchitis akut pada wanita sehat. Namun, pada wanita dengan riwayat penyakit paru sebelumnya (penyakit obstruksi paru akut), penggunaan antibiotik mungkin bermanfaat. Agen berikut dapat dipertimbangkan untuk digunakan:
·         Eritromisin 250 mg p.o q.i.d selama 7 sampai 10 hari
Catatan : hindari penggunaan estolate eritromisin, yang telah didokumentasikan untuk menginduksi hepatotoksisitas pada wanita hamil. (Briggs, Freeman, & Yaffe, 1994). Eritromisin memberikan spektrum luas dengan cakupan biaya terbatas.
·         Amoksisilin 500mg p.o t.i.d selama 7 sampai 10 hari.
e.    Jika ibu diduga mengalami infeksi influenza tipe A dan dia berada pada peningkatan risiko komplikasi yang terkait dengan penyakit ini, Amantadine hidroklorid mungkin diresepkan setelah konsultasi dengan dokter.
f.     Jika diduga pertusis, konsultasikan pada dokter. Terapi antibiotik yang direkomendasikan untuk pertusis ialah eritromisin atau trimetroprim-sulfametksazole selama 14 hari.

3.    Konsultasi
Konsultasi pada dokter, sesuai indikasi, untuk wanita hamil dengan penyakit obstruksi paru akut, beberapa gejala respirasi, kondisi signifikan medical yang pokok, atau ketika respon inadekuat pada pengobatan dicurigai.

4.    Pendidikan kesehatan bagi klien (Tindakan suportif)
1)    Beritahu ibu mengenai bronchitis akut, penyebabnya, pengobatan, tanda dan gejala komplikasi, dan beberapa rencana untuk evaluasi lanjutan.
2)    Yakinkan kembali ibu bahwa bronchitis akut tidak berhubungan dengan konsekuensi yang merugikan bagi janin/ bayi baru lahir.
3)    Jika ibu merokok, beritahu ibu mengenai konsekuensi yang merugikan bagi janin dan kehamilan dari merokok, dan ara untuk mengurangi atau berhenti merokok. Jika memungkinkan, rujuk ibu untuk mengikuti program berhenti merokok dengan kelompok pendukung. (Shwartz, 1992)
4)    Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang
·         Menghindari merokok
·         Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup
·         Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan
·         Nutrisi yang baik
·         Hidrasi yang adekuat


5.    Follow-Up
1)    Jika diindikasikan untuk konsultasi pada dokter, rujuk per-rekomendasi dari dokter
2)    Evaluasi ibu yang telah diresepkan antibiotik satu sampai dua minggu setelah terapi.
3)    Dokumentasikan diagnosis bronchitis akut dan manajemen dalam catatan perkembangan klien.

2.3 INFLUENZA
2.3.1 Definisi
Influenza dikenal juga dengan flu, infeksi akut karena virus pada saluran pernapasan yang sangat mudah menular ketika bersin atau batuk.Infeksi ini disebabkan oleh anggota dari famili Ortomiksoviride meliputi influenza tipe A dan tipe B.

2.3.2 Etiologi
Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B, dan C. ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test. Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemia. Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan Madang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi. Tipe C adalah tipe yang diragukan patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja.

2.3.3 Patofisiologi
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya di traktus respiratatorius. Penularan bergantung pada usuran partikel (droplet) yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius 10 virus/droplet, 50 % orarng-oang yang terserang dosis ini akan tenderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Estela virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain.

2.3.4 Tanda dan Gejala serta Komplikasi
Meskipun influenza sering disebut penyakit pernapasan, namun penyakit ini bisa memberi pengaruh ke seluruh tubuh. Penderita secara tiba-tiba menjadi demam, letih, lesu, kehilangan selera makan, dan sakit kepala, belakang tangan dan kaki. Juga menderita sakit tenggorokan dan batuk kering, mual dan mata seperti terbakar. Panas bisa meningkat hingga 104 derajat Fahrenheit, tapi akan menurun setelah 2 hingga 3 hari. Gejala saluran nafasnya sendiri bisa berupa pilek dan batuk.
Komplikasi yang dapat tejadi diantaranya otitis media, sinusitis, myositis, bonchitis, pneumonia, enchephalitis, pericarditis, myocarditis, dan thromboplebitis.

2.3.5 Penatalaksanaan
Centers for Disease Control dan Prevention (1998b) menganjurkan vaksinasi terhadap influenza bagi semua wanita hamil estela trimester pertama. Berapapun usia gestasinya, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya diabetes atau penyakit jantung, divaksinasi. Tidak terdapat bukti teratogenisitas. Vaksin aman bagi ibu hamil karena vaksin flu adalah vaksin dilemahkan (tidak mengandung virus hidup), ahli vaksin percaya itu aman bagi ibu hamil. Tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan selama trimester pertama, karena adanya hubungan antara vaksin influenza dengan aborsi spontan. Pada wanita hamil dengan kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko komplikasi dari influenza seperti asma, penyakit kardiovaskuler, diabetes, supresi sistem imun, sebaiknya divaksinasi sebelum musim influenza dan pemberiannya tanpa memperhatikan usia kehamilan. Sebuah studi awal dari vaksin flu di lebih dari 2.000 wanita hamil mengungkapkan tidak ada keganasan kelebihan pada janinSebuah studi yang sama tetapi lebih kecil menunjukkan tidak ada efek berbahaya dari vaksin flu pada janin atau ibu. Lebih banyak penelitian baru menemukan tidak ada efek samping yang serius dari vaksin flu pada masa perinatal atau selama enam bulan pertama hidup bayi. Meskipun jumlah pasien dalam studi ini relatif kecil, hasil yang meyakinkan.
Amantadin adalah salah satu obat antivirus dengan aktivitas spesifik terhadap virus-virus influenza A. apabila diberikan secara profilaxis saat epidemi, obat ini 70 sampai 90 persen efektif untuk mencegah influenza. Apabila terapi mulai dalam 48 jam estela awitan gejala, amantadin mengurangi durasi demam dan gejala sistemik.
Statu golongan obat antivirus baru –inhibitor neuraminidase- Sangay efektif untuk mengobati influenza dini pada orang dewasa.
Efek Pada Janin
Belum ada bukti nyata bahwa virus influenza A menyebabkan malformasi kongenital (Korones, 1988).

Diagnosa Banding
Influenza (tipe A, B, atau C) 
·            R / O dehidrasi 
·            R / O infeksi saluran pernapasan atas
·            R / O faringitis streptokokus grup A
·            R / O infeksi Mycoplasma
·            R / O rubeola (fase prodromal)
·            R / O otitis media
·            R / O bronchitis
·            R / O pneumonia
·            R / O perikarditis
·            R / O miokarditis
·            R / O ensefalitis
·            R / O pielonefritis 

Diaognostic tes 
·            Jumlah darah mungkin menunjukkan leucopenia.
·            Chest x-ray-dapat mengungkapkan bukti bronkitis, pneumonia, perikarditis, atau miokarditis pada ibu yang mengalami komplikasi ini.
·            Virus influenza dapat disingkirkan dari tenggorokan atau nasofaring.
CATATAN: spesimen untuk kultur harus diperoleh dalam waktu 72 jam penyakit karena penurunan cepat dalam jumlah virus setelah waktu ini. Minimal 24 jam diperlukan untuk menunjukkan virus, dan tambahan 24 hingga 48 jam untuk menentukan jenis virus (LaForce et al, 1994.).
·            Immunofluorescence spesimen nasofaring untuk influenza antigen-mungkin positif (kepekaan adalah variabel).
·            Titer akut dan penyembuhan (baik melengkapi tes fiksasi atau hambatan hemaglutinasi) serum-akan mengungkapkan peningkatan titer empat kali lipat.


Perawatan/Manajemen
·         Pengobatan simptomatik termasuk istirahat, meningkatkan asupan cairan, dan penggunaan acetaminophen 650 mg setiap 4 jam untuk mengurangi demam dan membantu meringankan mialgia. 
CATATAN: menyarankan wanita hamil untuk menghindari penggunaan aspirin karena masalah yang terkait hemostasis ibu dan bayi. Selain itu, remaja (serta anak-anak) tidak harus menerima aspirin selama penyakit virus karena risiko terkait mengembangkan sindrom Reye.
·         Ibu yang sakit parah mungkin memerlukan rawat inap, terutama jika dehidrasi yang signifikan atau komplikasi medis yang diduga. Konsultasikan dengan dokter dan perawatan transfer wanita hamil dengan penyakit yang signifikan.
·         Pada ibu yang sakit parah atau wanita dengan komplikasi medis, pertimbangkan amantadine dan resep setelah berkonsultasi dengan dokter. Amantadine adalah suatu obat antivirus dengan tingkat keberhasilan 50 persen dalam mengurangi gejala parah pada orang terinfeksi influenza tipe A (hal itu tidak berpengaruh terhadap gejala yang berhubungan dengan influenza tipe B).pengobatan harus dimulai dalam waktu 48 jam perkembangan gejala. 
 Dosis umum adalah hidroklorida 100 mg tawaran po amantadine selama 3 sampai 5 hari.
CATATAN: Pengembangan resistansi virus terhadap amantadine telah didokumentasikan pada orang yang menerima 5 sampai 7 hari terapi. Oleh karena itu, durasi terapi amantadine harus dibatasi untuk 3 sampai 5 hari, atau dihentikan 24 sampai 48 jam setelah resolusi tanda dan gejala infeksi (CDC, 1997). 
 Pada wanita dengan penyakit ginjal, dosis amantadine mungkin perlu dikurangi tergantung pada hasil dari tingkat pengeluaran kreatinin. 
CATATAN: Ada data terbatas yang tersedia mengenai efek samping yang mungkin timbul dari amantadine selama kehamilan.Namun, pada hewan telah menunjukkan efek teratogenik embriotoksik dan ketika diberikan dalam dosis tinggi.Keterbatasan data mengenai penggunaan selama trimester pertama telah menunjukkan peningkatan insiden cacat bawaan, namun jumlah eksposur awal kehamilan terlalu kecil untuk kesimpulan yang pasti bisa ditarik. Akibatnya, risiko versus manfaat yang mungkin intervensi ini harus dievaluasi secara individual. Selain itu, pabrikan merekomendasikan bahwa perempuan mengambil amantadine seharusnya tidak menyusui, walaupun konsentrasi obat dalam ASI rendah (Briggs, Freeman, & Yaffe, 1994). Efek samping potensial yang terkait dengan penggunaan amantadine termasuk gejala SSP (misalnya, kebingungan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, depresi, halusinasi, jitteriness, insomnia, tremor) dan mual.
·         Pengujian antenatal selama trimester ketiga (misalnya, nonstress uji dengan indeks cairan ketuban) dapat diindikasikan pada wanita dengan penyakit parah atau influenza komplikasi yang terkait.
·         Imunisasi dengan vaksin virus influenza polyvalent (satu 0,5 ml injeksi IM) selama musim gugur memberikan kekebalan parsial untuk sampai dengan 1 tahun. 
 Imunisasi tahunan diperlukan karena konfigurasi antigen dari virus perubahan tahunan.
Ø rekomendasi imunisasi Tahunan dapat berubah, dan oleh karena itu penting untuk meninjau pedoman saat CDC secara tahunan (CDC Influenza Update Sistem Informasi Suara 404/332-4551). 
 Saat ini, vaksin disarankan untuk wanita hamil yang akan sama dengan atau lebih besar dari umur kehamilan 14 minggu selama musim influenza (CDC, 1997).
Ø 
 vaksinasi Influenza tidak boleh diberikan kepada wanita dengan hipersensitivitas anafilaktik diketahui telur atau komponen lain dari vaksin influenza (CDC, 1997).
Ø 
CATATAN: Vaksin influenza adalah virus tidak aktif. Bila memungkinkan, pemberian vaksin setelah trimester pertama adalah tindakan pencegahan yang paling efektif. 


Konsultasi
·         Konsultasikan dengan dokter untuk setiap wanita dengan penyakit parah, yang diduga / komplikasi didiagnosis berkaitan dengan influenza, untuk setiap perempuan yang dipertimbangkan untuk terapi amantadine.
·         Perawatan lanjutan untuk setiap perempuan yang membutuhkan rumah sakit ke dokter konsultasi.
·         Konsultasikan, jika perlu, untuk resep obat. 


Pendidikan Kesehatan Untuk Klien
·         Memberitahukan pada ibu tentang influenza, termasuk penyebab, klinis, tes diagnostik yang mungkin diperlukan, pilihan pengobatan, komplikasi yang mungkin, dan setiap mengindikasikan tindak lanjut.
·         Setelah transfer perawatan ke dokter ditunjukkan, membahas alasan rencana ini. Dokter bertanggung jawab atas perawatan harus menjelaskan intervensi untuk perempuan membutuhkan rumah sakit dan / atau terapi amantadine.
·         Yakinkan para wanita bahwa infeksi influenza ibu umumnya tidak terkait dengan hasil yang merugikan pada bayi.
·         Mengajarkan pada ibu tentang tindakan pencegahan yang mungkin diambil untuk menghindari infeksi influenza masa depan (misalnya, vaksinasi influenza, mencuci tangan yang tepat).
Follow Up
·      Jika konsultasi dengan dokter itu perlu, menindaklanjuti per rekomendasi dokter.
·      Jika ada gejala komplikasi berkembang, ibu harus kembali untuk reevaluasi.
·      Dokumen influenza infeksi dan perawatan dalam catatan kemajuan dan daftar masalah.



2.4 TBC
2.4.1 Definisi
Tuberculosis (TB) Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian kuman menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003).
Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut Basil Tahan Asam (BTA). TB Paru adalah penyakit infeksi pada paru disebkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri than asam (Suriadi, 2001)
Tuberculosis (TB) merupakan suatu penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan karena danya infeksi pulmonary oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sangat mudah berpindah dari satu orang ke orang lain melalui udara (batuk atau bersin). Oleh karena itu, TB dikategorikan sebagia penyakit menular. TB dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada jaringan paru-paru atau bahkan kematian, terutama jika penyakit ini tidak diobati (Dipiro, et al, 2005)

2.4.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Infeksi ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman tuberkulosis berbentuk batang panjangnya 1 sampai 5 µm, tebal 0.3-0.6 µm. Sebagian besar terdiri dari asam lemak (lipid), sehingga lebih tahan asam. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat bersifat Dormant (tahan terhadap dingin dan kering, kemudian aktif kembali) dan bersifat aerob.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis:
1.    Herediter
Resistensi seorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara secara genetik.
2.    Jenis Kelamin
Pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angak kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3.    Usia
Pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4.    Pada masa puber dan remaja
Dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.
5.    Keadaan stress
Situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
6.    Meningkatkanya sekresi steroid adrenal yang menekanreaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebaran infeksi.
7.    Anak yang mendapat terapi kortikostreroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah
8.    Nutrisi
Status nutrisi kurang
9.    Infeksi berulang
HIV, Measles, pertusis
10. Tidak mematuhi aturan pengobatan

Kelompok beresiko tinggi terpajan atau terinfeksi Tuberkolosis
1.    Kontak erat dengan individu  yang diketahui atau dicurigai mengidap tuberkulosis, tinggal di rumah yang sama atau lingkungan erat lainnya
2.    Individu yang lahir di tempat dengan pravelansi tuberculosis yang tinggi
3.    Penghuni dan pekerja di lingkungan padat beresiko tinggi (misalnya: panti asuhan, penjara, rumah sakit jiwa, panti jompo, dan fasilitas rawat inap jangka panjang lainnya.
4.    Petugas kesehatan yang merawat klien beresiko tinggi
5.    Kelompok berpenghasian rendah yang kurang mendapat perlindungan medis, termasuk populasi minoritas etnik atau ras berisiko tinggi, yang ditetapkan berdasarkan peningkatan prevalensin TB.
6.    Bayi, anak-anak dan remaja yang terpajan dewasa beresiko tinggi.
7.    Pengguna obat-obatan terlarang, setiap penyalahguna zat beresiko tinggi di lingkungan setempat.
Kelompok beresiko tinggi terpajan atau terinfeksi Tuberkolosis
1.    Mereka yang terinfeksi HIV
2.    Individu yang baru-baru ini terinfeksi mycobacterium tuberculosis (dalam 2 tahun terakhir), terutama bayi dan anak kecil.
3.    Individu yang diketahui memiliki kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko TB jika terjadi infeksi.
4.    Para penguna obat-obatan terlarang suntik; pengguna zat berisiko tinggi
5.    Individu yang pernah menjalani pengobatan TB, tetapi tidak adekuat.
(Sumber : National Center for HIV, STD, dan TB Prevention.Care Curriculum Tuberculosis)

2.4.3 Patofisiologi
Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat  bertahan hidup di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalu droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui system peredaran darah, system saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lain. (Dep.Kes, 2003)
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman  TB paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat melewati mukosilier bronkus, dan terus berjalan hingga sampai di alveolus, menurut dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB paru berhasil berkembang  biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Depkes,2003).
Infeksi pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer. Ciri khas dari TB Paru pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

2.4.4 Tanda dan Gejala serta Komplikasi
a.    Tanda dan Gejala
Gejala umum tuberculosis antara lain batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Pada TB Paru anak terdapat pembesaran kelenjar limfe superfisialis.
Gejala lain yang sering dijumpai adalah
1.    Dahak bercampur darah
2.    Batuk darah
3.    Sesak nafas dan rasa nyeri 
4.    Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB Paru. Oleh karena itu setiap orang dapat ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang suspek TB Parua atau tersangka penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
b.    Komplikasi
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis antara lain hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai menjadi kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula

Efek tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil, 150 diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal, 2007 dalam http://www.mail-archive.com/).
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB. Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita, biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

Efek tuberculosis terhadap janin
Tubekulosis selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi pada plasenta. Janin juga dapat terinfeksi, dan walaupun jarang, tuberkulosis kongenital dapat mematikan. Insiden kelainan ini mungkin meningkat karena adanya infeksi HIV (Pillay dan Jeena, 1999).  Pada separuh kasus, infeksi ditularkan secara hematogen di hati atau paru melalui vena umbilicalis. Pada separuh yang lain, bayi terinfeksi akibat aspirasi sekresi yang terinfeksi saat pelahiran. Infeksi neonatus kecil kemungkinannya terjadi apabila ibu dengan penyakit aktif telah mendapat terapi sebelum melahirkan, atau apabila biakan sputumnya negatif.

Menurut Oster,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun, jika dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500).
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

2.4.5   Penatalaksanaan
A.    Deteksi Dini
1.    Subjektif
Ibu dengan infeksi Tuberkulosis latent mungkin tidak menimbulkan gejala. Namun ibu dengan infeksi Tuberkulosis aktif dapat mengeluh beberapa gejala (American Thoracic Society, 1990; Miller& Miler Jr., 1996; Shannon, 1995; Stauffer, 1996).
Anamnesis :
1)     Pernah kontak dengan pasien TBC
2)     Batuk kronis, batuk darah
3)     Nyeri dada
4)     Keringat malam
5)     Berat badan menurun
6)     Demam

2.    Objektif
Pemeriksaan fisik untuk ibu dengan infeksi latent mungkin tidak ditemukan gejala apapun. Atau akan ditemukan gejala satu atau lebih tergantung luasnya infeksi dan daya tahan tubuh ibu (Miller & Miller, Jr., 1996; Sekowitz et al., 1995):

1)     Tanda-tanda Vital
a.  Dalam batas normal atau
b.  Dengan temperatur yang tinggi (>37.7°C)
c.   Berat badan turun hingga 10% (berat badan saat hamil kurang dari normal)
2)     Kulit
a.    Dalam batas normal atau
b.    Kulit pucat
3)     Mata : konjunctivitis atau keratitis
4)     Adanya luka (ulcerasi) pada mulut
5)     Lymphadenopathy
6)     Dullness di dinding dada (jika tedapat sakit paru-paru aktif)
7)     Palpasi dinding dada mungkin akan teraba fremitus jika pleura penuh cairan
8)     Auskultasi: suara napas bronkial, hipersonor/timpani
9)     Pemeriksaan abdomen : Splenomegaly, tinggi fundus uteri kurang dari normal
10)   Pemeriksaan ekstremitas : eritrema
11)   Pemeriksaan syaraf
12)   pemeriksaan panggul
13)   Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis tuberculosis adalah pemeriksaan sputum. Pewarnaan cara Ziehl-Neelsen dapat dipakai. Sediaan apus yang akan diwarnai mula-mula digenangi dengan zat carbol-fuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan asam alcohol. Sesudah itu diwarnai lagi dengan mutilen biru atau “briliant green.” Cara pewarnaan yang paling banyak digunakan adalah teknik pewarnaan fluorasen dengan memakai larutan auramin-rodamin. Estela larutan itu melekat pada mikobakteria maka tidak dapat didekolorisasi lagi dengan asam alcohol.
Cara diagnosis yang paling tepat adalah dengan memakai biakan. Mikobakteria tumbuh lambat dan membutuhkan statu media yang kompleks untuk dapat tumbuh. Untuk tumbuh mikroorganisme ini membutuhkan sekitar 2 minggu atau lebih pada suhu antara 36-37OC. Koloni yang sudah dewasa, akan berwarna krem dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/milimeter media konsentrat yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini. Pertumbuhan mikobakteria yang diamati pada media biakan ini sebaiknya dihitung sesuai dengan jumlah koloni yang timbul.

b.      Tes  tuberkulin  intradermal (Mantoux)
Teknik standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin (PPD) sebanyak 0.1 ml yang mengandung 5 unit tuberkulin secara intrakutan, pada seperiga atas permukaan volar lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alcohol. Sebaiknya kita memakai jarum suntik sekali pakai khusus untuk tuberkulin dengan ukuran 26-27 G. Jarak yang pendek dan tumpul ini diarahkan ke atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Bila dosis 0.1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat maka terbentuk suatu gelembung berdiameter 6-10 m yang menyerupai digitan nyamuk.
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 8 sampai 72 jam sesudah penyuntikkan. Reaksi harus dibaca pada periode tersebut yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Yang dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan milimeter. Pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah. Hanya indurasi dan bukan eritema yang bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (dengan meraba daerah tersebut dengan jari tangan).
Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 10 mm atau lebih dianggap bermakna dan mencerminkan adanya sensitivitas yang beasal dari infeksi dengan basil. Daeah yang diameternya kurang ari 10 mm dianggap tidak bermakna pada orang yang tidak dicurigai penderita tuberculosis, penderita seropositif HIV, atau orang yang kontak dekat dengan penderita dengan sputum positif, atau belum lama positif terhadap M. tuberculosis
c.       Foto thorax
Tidak rutin dikerjakan pada kehamilan. Jika diperlukan bila usia kehamilan < 7 bulan harus menggunakan pelindung perut.


1.  Analisa
Tuberkulosis infeksi (laten, aktif)
1)     MDR TB
2)     Meningitis
3)     Pneumonia
4)     IUGR
5)     Defisiensi imun
6)         Kanker

2.  Penanganan
1)     Penanganan Awal
Terapi yang diberikan untuk perawatan wanita hamil dengan TBC ditetapkan oleh dokter. Wanita hamil dengan infeksi TBC aktif dianjurkan untuk istirahat total dan menerima nutrisi dan hidrasi yang adekuat
2)     Penanganan lanjut
Untuk spasien tidak hamil yang positif tuberkulin dan berusia kurang dari 35 tahun serta tidak memperlihatkan penyakit aktif, diberikan isoniazid 300 mg per hari selama 1 tahun. Isoniazid adalah obat kategori C yang dianggap aman bagi wanita hamil. Namun, pada wanita hamil yang negatif HIV, sebagian besar penulis menganjurkan bahwa terapi difunda sampai setelah melahirkan. Karena mungkin terjadi peningkatan hepatitis akibat isoniazid pada wanita pascapartum, sebagian penulis menganjurkan bahwa terapi ditunda sampai 3-6 bulan pascapartum.
Karena munculnya resistensi obat, Centers for Disease Control (1993) sekarang menganjurkan regimen empat obat untuk terapi empiris awal pada pasien tidak hamil dengan tuberculosis simptomatik. Oba-obat tersebut adalah isonoazid, rifampin, dan pirazinamid disertai etambutol atau streptomisin yang diberikan sampai pemeriksaan sensitivitas selesai. Sebagian besar obat tuberkulostatik lini-pertama tampaknya tidak mengganggu janin. Salah satu pengecualiannya adalah streptomisin, yang dapat mengakibatkan tuli kongenital. Selain itu, keamanan pirazinamid yang diberikan pada kehamilan muda belum diketahui pasti.
Rekomendasi Centre for Disease Control (1993) adalah sebagai berikut:
a.    Isoniazid 5mg/kg/hari, maksimal 300 mg/hari bersama piridoksin 50 mg/hari
b.    Rifampisin 10 mg/kg/hari, maksimal 600 mg/hari
c.    Etambutol 5-25 mg/kg/hari, maksimal 2,5 gram/hari (biasanya 25 mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan menjadi 15 mg/kg/hari).
Terapi diberikan minimum 9 bulan. Jika resisten terhadap obat ini dapat dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid

Catatan:
Terapi pada trimester pertama harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakitnya. Pasien yang tidak sakit berat dianjurkan untuk terapi dengan INH dan Etambutol saja hingga selesai trimester I, kemudian mulai terapi 6 bulan penuh dengan pirazinamid, rifampisin, dan INH.

Penanganan TB Paru Pada Kehamilan
Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin. Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.
Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal; Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerja sama dengan ahli paru-paru: Penderita dengan proses  aktif, apalagi dengan batuk parah sebaiknya dirawat di RS dalam kamar isolasi, gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.

Penanganan TBC selama Persalinan
Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan apa-apa; Bila proses aktif kala I dan II diusahakan seringaan mungkin pada kala I. Ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II dipendek dengan Ekserasi Vacum atau Forseps; Bila ada indikasi Obstetrik untuk SC, hal ini akan dilakuakn dengan ahli anastesi untuk memperoleh mana anastesi yang baik. 

Beberapa hal di bawah ini dapat menjadi pertimbangan ketika melakukan asuhan intrapartum diantaranya:
1)     Masker yang dipakai oleh penolong persalinan kurang efektif dibandingkan jika masker dipakai oleh pasien.
2)     Droplet nuklei tidak menentu tetapi berada di udara dalam waktu yang cukup lama

Ibu dengan TBC tanpa gejala dan dalam terapi pengobatan yang tepat tidak memberikan risiko terhadap petugas kesehatan. Namun, pada pasien yang tidak mendapat terapi memerlukan perawatan yang serius. Pada saat persalinan, jika terdapat pasien yang mengalami batuk, petugas kesehatan harus segera menyediakan masker atau tissue.

Pemberian ASI pada Penderita TB Paru
Bayi yang lahir dari ibu yang menderita TB paru harus dievaluasi untuk kemungkinanan terjadinya penyakit TB bawaan (Kongenital) dan diobati. Jika ibu telah menjalani pengobatan minimal selama 2-3 minggu, risiko penularan umumnya tidak ada lagi. Risiko terbesar penularan adalah jika ibu di diagnose TB saat melahirkan atau segera setelah lahir.
Bayi yang menyusui ASI memiliki risiko tinggi infeksi dari ibu dengan pemeriksaaan dahak mikroskopik yang positif. Bayi ini harus menerima 6 bulan pengobatan dengan isoniazid, diikuti dengan vaksinasi BCG. Alternatif lain adalah pemberian isoniazid selama 3 bulan untuk kemudian di tes tuberkulin kulit. Jika hasilnya negative, isoniazid dapat dihentikan dan BCG diberikan. Jika hasilnya positif, maka pemberian isoniazid diteruskan 3 bulan lagi sebelum pengobatan dihentikan dan BCG diberikan. Namun tidak berarti selama jangka waktu tersebut bayi tidak boleh menyusu ASI. ASI dapat terus dapat diberikan dengan aman. Karena penularan TB Paru dengan cara “ Doplet Infection” maka beritahu ibu selalu menggunakan masker mulut dan hidung untuk mencegah penularan.

2.5 PNEUMONIA
2.5.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari jalan napas besar dan melibatken bronkiolus respiratorik serta alveolus. Pneumonia merupakan suatu infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bermacam-macam patogen, termasuk bakteri, virus, dan jamur. Individu mungkin terinfeksi organisme tersebut melalui transmisi dari penyebaran daerah pernapasan atas, melalui peredaran darah, atau melalui dahak yang terinfeksi (Mays & Leiner, 1996).

2.5.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
A. Etiologi
Patogen penyebab utama pneumonia seringnya tidak dapat teridentifikasi pada kasus perorang. Namun, ketika identifikasi pathogen pneumonia telah dilaksanakan, yang terjadi pada ibu hamil sama dengan  identifikasi populasi pneumonia pada wanita tidak hamil.
Bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada wanita hamil diantaranya:
a.    Streptococcus pneumonia (S. pneumoniae)
b.    Haemohilus influenza (H. influenzae)
c.    Mycoplasma pneumonia (M. pneumoniae)
d.    Legionella pneumophila (L. pneumophila)
e.    Chlamydia pneumonia (C. pneumonia [TWAR])
f.     Moraxella catarrhalis (M. catarrhalis)
   (Rigby & Pastroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992)
Virus pathogen  yang berhubungan dengan pneumonia selama kehamilan diantaranya :
a.    Influenza A.
b.    Varicella virus
c.    Para-influenza virus
d.    Adenovirus
e.    Virus lainnya
Pneumonia yang disebabkan jamur seperti Pneumocystis carinii dan Aspergillus fumigates jarang terjadi pada individu dengan system imun yang baik  tapi terjadi pada wanita dengan system imun yang terganggu (pada wanita yang terinfeksi HIV).

Infeksi Nosokomial organisme pneumonia juga dapat terjadi. Patogen seringkali berhubungan dengan infeksi nosokomial termasuk :
a.    Staphylococcus aureus (S. aureus)
b.    Klebsiella pneumonia (K. pneumonia)
c.    Eschericia coli (E. coli)
d.    Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa)
e.    Virus Influenza tipe A dan B

A.    Faktor Predisposisi
Wanita yang mengalami satu atau lebih dari beberapa hal dibawah ini yaitu (Rigby & Pastroek, 1996 ; Shannon, 1995) :
a.    Penggunaan rokok
b.    Riwayat penyakit jantung ataupun paru-paru
c.    Riwayat splenektomi
d.    Riwayat  Penyakit kronis (seperti penyakit ginjal)
e.    Riwayat penggunaan alcohol narkoba suntik.
f.     Riwayat penurunan imun (seperti infeksi HIV, pemberian obat
g.    immunosuppressive)
h.    Riwayat Anemia
i.      Riwayat infeksi pernapasan atas yang baru terjadi, influenza, serangan virus (seperti rubella, varisela)
j.     Riwayat hospitalisasi
k.    Baru saja Imgrasi

2.5.3 Patofisiologi
a.Perubahan Anatomi
Sejumlah perubahan anatomi terjadi pada dada selama kehamilan, termasuk peningkatan  sudut subcostal dan peningkatan diameter melintang dari dada. Diafragma juga bertambah 4cm. Secara bersamaan, perubahan ini mengurangi kemampuan wanita hamil untuk dalam proses respirasi. Dengan ketinggian dari diafragma yang mengarah pada penurunan kapasitas fungsional sisa yang berhubungan pula dengan peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi selama kehamilan, sehingga mengurangi kemampuan ibu hamil untuk mentolerir Hypoxia, terutama pada trimester ketiga. Peningkatan progesteron selama kehamilan merangsang pusat pernafasan di otak sehingga terjadi hyperventiasi dan menjadi sulit bernafas yang umumnya terjadi selama kehamilan normal. Penilaian pernapasan harus tetap normal, jika adanya takipneu merupakan suatu keadaan patologis. Terjadinya tachypneu itu akan digunakan untuk mengevaluasi kerasnya sakit ketika adanya pneumonia.

b.Perubahan Sistem Imun
Faktor predisposisi utama ibu hamil dengan pneumonia akut adalah perubahan system imun atau kekebalan. Perubahan ini terutama terjadi pada sel-mediated system imun. Menurut hasil penelitian beberapa ahli, sejumlah kehamilan mengalami perubahan system imun ibu seperti penurunan respon proliferative limfosit, penurunan aktivitas sel pembunuh alami dan penurunan absolute sel penolong T4. Serum ibu juga dapat memblokir pengeluaran lymphokine dan lymphoproliferatif. Adaptasi imunologis yang terjadi pada tempat janin hidup itu dapat melindungi janin dari antigen yang berbeda dari ibu namun dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap infeksi.

c.Perubahan Hormonal
Perubahan aktivitas hormonal yang terjadi saat kehamilan tentunya berpengaruh pada infeksi yang terjadi. Progesteron, HCG, alpha-fetoprotein dan cortisol menghambat sel-mediated imunitas. Selain itu, estrogen (17-estradiols), progesterone dan testosterone telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan pathogen in vitro tertentu, seperti Coccidioides immits. Oleh karena adaptasi fisiologi selama kehamilan ini, perubahan keseimbangan cairan paru-paru dapat terjadi. Kehamilan telah dikaitkan dengan kecenderungan untuk meningkatkan cairan interstitial paru-paru, yang kemungkinan akan meningkatkan cedera paru-paru.

2.5.4 Tanda dan Gejala serta Komplikasi
a.Pneumonia Bakteri
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Ibu tiba-tiba akan mengalami beberapa gejala dari gejala yang ada di bawah ini
(Mays & Leiner, 1996; Rigby & Pastroek, 1996 Rodrigues & Niederman, 1992; Shannon, 1995) :
1.    Demam, biasanya lebih tinggi dari 380 C (khususnya pasa ibu dengan    pneumococcal pneumonia)
2.    Batuk dengan suara yang berat, mengeluarkan nanah dan atau lendir yang sedikit berdarah.
3.    Menggigil
4.    Sakit dada
5.    Dyspneu
6.    Malaise
7.    Sakit kepala (jarang)
8.    Myalgia (Nyeri otot)
9.    Perubahan pada status mental (sering terjadi pada L.Pneumonia)
10. Nausea, Vomiting, diare, (biasanya berhubungan dengan L.Pneumonia)

b.Pneumonia Virus
Gejala yang berhubungan dengan pneumonia yang disebabkan virus hampir sama dengan gejala yang terjadi pada Pneumonia yang disebabkan bakteri. Namun, lebih lanjut lagi akan ada laporan mengenai hasil pemeriksaan yang utama pada ibu dengan pneumonia ini adalah adanya infeksi karena virus.
1.    Riwayat exanthema virus yang mengindikasikan infeksi virus rubella atau
varisela yang baru terjadi.
2.    Riwayat gejala yang mengindikasikan influenza yang baru terjadi.

c.Pneumonia Tipikal atau Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia ).
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam perang dunia II. Mikoplasma adalah agen terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas.
Pneumonia yang terjadi yaitu dengan adanya serangan berangsur-angsur pada beberapa gejala di bawah ini yaitu (Mays & Leiner, 1996; Shannon, 1995) :
1.    Sakit kepala
2.    Malaise
3.    Demam dengan tingkat rendah
4.    Sakit Tenggorokan
5.    Pembesaran kelenjar getah benin
6.    Batuk tidak berdahak yang terus menerus (khususnya bila M.Pneumonia)
7.    Rasa tidak nyaman pada otot dada (buka sakit pleura
8.    Gejala yang berhubungan dengan sinusitis
•Sakit Kepala
•Cairan hidung bernanah
•Demam
•Sakit pada tepi kelopak mata
9.    Gejala pada Sistem Saraf Pusat, termasuk leher kaku, masalah koordinasi, kurang pendengaran (terjadi lebih dari 7 persen dari pasien pneumonia yang disebabkan M. Pneumonia)
Peningkatan resiko komplikasi pneumonia selama kehamilan ditemukan berhubungan dengan beberapa factor maternal diantaranya :
a.    Ibu menderita penyakit terutama yang berhubungan dengan pneumonia (seperti penyakit paru-paru dan infeksi HIV).
b.    Status kesehatan ibu saat terjadi manifestasi klinis.
c.    Seberapa cepat intervensi therapeutic terhadap penyakit dilakukan.
(Berkowitz & SaLala, 1990; Rigby & PAstroek, 1996; Rodrigues Niederman, 1992)

Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya :
1.    Bacteremia
2.    Meningitis
3.    Penyakit jantung
4.    Infeksi influenza
5.    TBC
6.    Syndrom gangguan pernapasan lanjut
7.    Emboli paru dan infark
8.    Neoplasma
9.    Penurunan system imun
10. Pertussis
11. IUGR

2.5.5 Penatalaksanaan
1.    Anamnesa
1.            Mengalami pernafasan yang agak berat
2.            Demam
3.            Sakit tenggorokan
4.            Sakit dada
5.            Sakit kepala
6.            Batuk yidak berdahak

2.    Deteksi Dini

1.    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada kehamilan dengan pneumonia (Rigby & Pastroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992) diantaranya :
a)    Keadaan Umum
Mungkin tampak cemas, khawatir, risau atau bingung, tergantung pada tingkat hipoksia dan/ atau kesakitan yang bersamaan (seperti meningitis)

b) Tanda-tanda Vital
• Suhu mungkin meningkat ataupun normal
• Tekanan Darah mungkin normal  atau menurun (jika syok atau dehidrasi berat)
• Nadi mungkin meningkat
• Pernapasan mungkin normal atau meningkat; ortophnea mungkin terjadi

c)Kulit
•Warna kulit mungkin normal atau keabu-abuan menuju sianosis tergantung
pada perfusi oksigen ibu.
•Jaringan turgor yang kurang baik dapat terjadi pada ibu dengan dehidrasi.
•Bintik-bintik merah dapat terjadi pada ibu yang terinfeksi virus dan jamur
(seperti Coccidioides immits) secara serentak bersamaan.

d) Dada
•Pada pemeriksaan,
•Palpasi dinding dada
- Tenderness palpasi otot interkosta
- Peningkatan getaran yang terasa dapat terjadi pada daerah konsolidasi.
•Pada perkusi dada dapat menunjukkan
-Penurunan ekskursi diafragma pada bagian yang terserang, jika terjadi
penumpukan cairan pleura pada pangkal paru.
-Bunyi Dullnes pada daerah konsolidasi.
•Pada auskultasi paru dapat menunjukkan
-Bunyi napas bronchi atau tubular (jika ada konsolidasi)
-Bunyi gesekan pleura (jika ada efusi pleura)
-Adanya penurunan atau tidak ada bunyi napas vesicular (jika ada efusi pleura)
-Peningkatan bronchophonia, egophonia, bising paru (jika ada efusi pleura)
-Pada auskultasi dapat terdengan bunyi murmur sistolik. (jika ada efusi pleura)

e)Abdomen
•Palpasi menyeluruh
Catatan : Selama kehamilan, wanita dengan pneumonia mungkin mengalami masalah pernapasan yang minimal, namun akan mengemukakan bahwa mereka mengalami sakit atau ketidaknyamanan pada daerah abdomennya.

•TFU lebih kecil daripada normalnya usia kehamilan dapat terjadi. (jika IUGR)

f)Pada pemeriksaan saraf dapat menunjukkan kaku kuduk (jika Sistem Saraf Pusat terlibat)


2.    Penilaian
1. R / O bakteremia 
2. R / O meningitis
3. R / O penyakit jantung
4. R / O infeksi influenza 
5. R / O TBC 
6. R / O dewasa sindrom gangguan pernapasan 
7. R / O emboli paru dan infark 
8. R / O neoplasma 
9. R / O defisiensi imun 
10. R / O pertusis 
11. R / O IUGR 


3. Pemeriksaan Penunjang
a)Tes Darah lengkap (Complete Blood Count)
  1. Pneumonia bakteri (khususnya S.pneumonia) biasanya menunjukkan
     leukositosis.
3.     Hemoglobin/Hematokrit mengalami peningkatan pada ibu dengan dehidrasi
  atau mengalami penurunan bila ibu menderita anemia pula.
b)    Tes serum kimia
c)    Gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia
d)    Tes radiografi dada
e)    Titer serum antibody

b.Penanganan Awal
1) Manajemen pengobatan ibu hamil dengan pneumonia harus kolaborasi dengan
dokter.
2) Ibu hamil yang sedang mengalami gejala yang parah, terdapat tanda hipoksia  riwayat menjalani pengobatan yang dapat melemahkan respon imun, atau yang sakit.
3) Untuk kelompok tanpa komplikasi, rawat jalan memungkinkan untuk dilakukan.    telah didiagnosa terinfeksi organisme berbahaya maka harus dirawat di rumah
    Pengobatan empiris antibiotic untuk suspek pneumonia bakteri sebaiknya dilakukan sesuai dengan pathogen penyebab penyakit tersebut. (seperti S.pneumoniae, H.influenzae). Antibiotik yang dapat diberikan diantaranya :
- Amoxicillin dan clavulanate
- Cefuroxim
- Trimethoprim/sulfamethoxazole
4)      Ibu dengan pneumonia virus dan jamur harus dikonsultasikan dengan dokter.
5)      Segera lakukan pemeriksaan kehamilan (seperti NST, Index cairan amnion)  
6)      Anjurkan ibu melakukan pemeriksaan USG setiap 3-4 minggu sekali pada ibu  dengan IUGR untuk menilai perkembangan janin



7)       Vaksin Pneumococcal direkomendasikan untuk ibu dengan :
-      Sistem imun yang baik tapi memiliki penyakit kronis (seperti diabetes
     mellitus, penyakit jantung, penyakit paru-paru, pengguna alcohol)
-      Kerusakan imun (seperti kerusakan ginjal kronik, lymphoma, myeloma
     multiple, atau dengan keadaan transplantasi organ)
-   Terinfeksi HIV (Asymtomatik maupun Simptomatik)
-   Tinggal di lingkungan atau keadaan social yang teridentifikasi dapat
    meningkatkan resiko penyakit pneumonia dan komplikasinya
8)      Vaksin pneumococcal polyvalent 0,5 mL IM dapat melindungi dari 23 jenis S. Pneumonia pada ibu dengan system imun yang baik.
Catatan : Durasi imunisasi tidak diketahui, namun diperkirakan dapat melindungi untuk jangka waktu 5 sampai 10 tahun. Pneumococcal merupakan vaksin dari bakteri yang telah mati, dengan dampak pada janin yang tidak diketahui. Idealnya, vaksin ini seharusnya diberi terlebih dahulu sebelum kehamilan atau setelah trimester pertama kehamilan.
9)      Vaksin Influenza seharusnya diberi setahun sekali pada ibu yang akan  mengalami hal yang sama atau dengan usia kehamilan lebih dari 14 minggu selama musim influenza.
 Catatan : Vaksin Pneumococcal dan Influenza dapat diberikan pada   waktu yang sama di tempat penyuntikan yang berbeda tanpa meningkatkan terjadinya efek samping.

c.    Konsultasi
1.Konsultasikan dengan dokter untuk wanita hamil dengan pneumonia atau  dicurigai menderita pneumonia.
  2. Transfer perawatan terhadap perempuan dengan bukti sedang hingga symmptomsberat, hipoksia, sejarah kondisi medis yang  mendasari yang mungkin mempengaruhirespon imun, komplikasi pneumonia, atau tanggapan miskin untuk terapi awal ke dokteruntuk manajemen.


d.  Konseling yang dapat dilakukan diantaranya :
-      Memberitahu ibu mengenai pneumonia termasuk penyebabnya, gejala
     klinis, indikasi diagnose tes, pilihan pengobatan, komplikasi yang    mungkin terjadi pada ibu dan janin serta perlunya penanganan lanjut.
-      Memberitahu ibu untuk memeprhatikan tanda dan gejala dari
kemungkinan komplikasi yang berhubungan dengan  pneumonia dan
perlunya evaluasi segera jika hal itu terjadi.


-      Jika ibu dianjurkan untuk menjalani pengobatan di rumah sakit, dokter
     yang bertanggungjawab atas perawatannya harus mendiskusikan   mengenai pilihan pengobatandan perlunya perawatan rumah sakit untuk ibu.
-      Jika ibu merokok, anjurkan ibu untuk berhenti agar mencegah adanya
eksaserbasi gejala, lebih jauh lagi merusak jaringan paru-parunya serta menyebabkan efek merugikan pada janin. Jika ibu tidak merokok namun tinggal di lingkungan yang membuatnya dikategorikan perokok pasif, anjurkan ibu untuk menghindarinya sebisa yang ibu lakukan.

e.    Penanganan Lanjut

• Jika ibu di rawat di rumah sakit, jadwal kunjungan lanjutan seperti yang
  direkomendasikan dokteryang bertanggungjawab untuk perawatannya.
• Evaluasi lanjutan dilakukan pada beberapa ibu yang gejalanya tetap ada setelah
  terapi yang tepat dan sesuai, yang mungkin saja  tidak menurut pada sejumlah
  perawatan atau yang mengalami komplikasi dari gejala yang ada.
• Ibu yang menjalani rawat jalan dan tanpa tanda adanya masalah kehamilan
  sebaiknya harus kembali untuk melakukan pemeriksaan kehamilan rutin sesuai
  perjanjian khusus dengan institusi perawatan.
• Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan (seperti IUGR) harus melanjutkan pemeriksaan klinis dan pengawasan janin (seperti NST dan ultrasound).
• Dokumentasikan diagnosis pneumonia dan pengobatannya pada catatan perkembangan serta daftar masalah.

SUMBER

Citra, Foezi Cuaca Elmart. Asuhan pada Kehamilan dan Persalinan yang Disertai Penyakit/ Infeksi Sistem Pernapasan Asthma, Bronchitis, Influenza, TBC, Pneumonia. 2009. http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/39. (Diakses tanggal 25 Maret 2011)


Kenneth, J. Levenn.2009.Obstetri Williams. Jakarta : EGC.




Niederman MS, Ahmed QA. Pneumonia in the Pregnant Patient: A Synopsis. MedGenMed 1(3), 1999 [formerly published in Medscape Pulmonary Medicine eJournal 3(3), 1999]. Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/408745



Varney, Hellen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol.1. Jakarta: EGC

Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.


Yulianti, Lia,dkk.2010.Asuhan Kebidanan IV. Jakarta : Trans Info Media.

Varney, Hellen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol.1. Jakarta: EGC

NN. Wanita Hamil dengan Bronkitis


Foezi Citra Cuaca Elmart. Asuhan pada Kehamilan dan Persalinan yang Disertai Penyakit/ Infeksi Sistem Pernapasan Asthma, Bronchitis, Influenza, TBC, Pneumonia. 2009. http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/39. (Diakses tanggal 25 Maret 2011)


NN. Bronkitis akut: Mengenal Tentang Perbedaan Tanda-tandanya dan Gejala-gejalanyahttp://doktermu.com/bronkitis/43--bronkitis-akut-mengenal-tentang-perbedaan-tanda-tandanya-dan-gejala-gejalanya-. (diakses tanggal 30 Maret 2011)

 

Bronchitis Kronis. http://cakmoki86.wordpress.com/2010/04/22/bronkitis-kronis/. (diakses tanggal 30 Maret 2011)

 

Star, WiniFred L. 1996. Ambulatory Obstetrics. San Fransisco:UCSF Nursing Press School of Nursing- University of California (halaman: 872-875)

Kenneth, J. Levenn.2009.Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
Yulianti, Lia,dkk.2010.Asuhan Kebidanan IV. Jakarta : Trans Info Media.